Mohon tunggu...
Wahyudi Adiprasetyo
Wahyudi Adiprasetyo Mohon Tunggu... Sang Pena Tua

Pena tua memulung kata mengisi ruang literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Pemimpin Sering Tak Peka Pada Rakyat?

17 September 2025   20:29 Diperbarui: 17 September 2025   20:29 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wajibkan pejabat tertentu (terutama pembuat kebijakan) menjalani masa tugas di level pelayanan publik (puskesmas, kantor kelurahan, pasar) agar merasakan langsung problem sehari-hari. Formasi seperti ini memungkinkan pemahaman empiris, bukan sekadar data abstrak.

D. Reformasi politik yang mengurangi logika transaksional

Perkuat regulasi pendanaan politik, transparansi kontrak publik, dan sanksi bagi praktik clientelism. Penguatan partai yang berbasis program (bukan patron) juga membantu mengarahkan politik pada isu publik jangka panjang. Kajian akademik menyorot bagaimana clientelism memengaruhi kualitas representasi dan pelayanan---masalah yang perlu dirumuskan kembali dalam reformasi. 

E. Partisipasi warga dalam penganggaran dan perencanaan

Model partisipatory budgeting---yang terkenal di beberapa kota Brasil dan kemudian diadaptasi di banyak tempat---menunjukkan bahwa ketika warga dilibatkan dalam menentukan prioritas belanja, alokasi menjadi lebih relevan dan akuntabel. Contoh dunia memberi pelajaran bahwa mekanisme partisipasi dapat menutup jurang antara kebutuhan lapangan dan pilihan kebijakan. 

F. Budaya mendengar sebagai bagian pendidikan kepemimpinan

Program pelatihan kepemimpinan harus memasukkan empati praktis: magang di komunitas, sesi reflektif, latihan mendengarkan, dan evaluasi 360 derajat yang melibatkan warga. Kepemimpinan bukan sekadar manajemen---ia adalah seni hadir di tengah orang yang dipimpin.

Penutup: Kepemimpinan sebagai Kehadiran

Menjadi pemimpin yang peka bukanlah bakat mistis---ia adalah kebiasaan kebijakan yang dibentuk oleh pilihan personal dan struktur institusi. Untuk menutup jurang antara kursi kekuasaan dan gerobak pasar, dibutuhkan kerendahan hati untuk turun, sistem yang membuka alur informasi, politik yang menomorsatukan pelayanan, dan warga yang aktif menuntut akuntabilitas.

Jika pemimpin mulai menukar kenyamanan dengan tugas mendengar yang tulus, birokrasi mulai memfasilitasi bukan memfilter, dan politik berangsur meninggalkan kalkulasi transaksional, maka peka bukan lagi kata kosong---melainkan praktik sehari-hari yang mendekatkan negara pada tugasnya: melayani kehidupan warganya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun