Aku Rindu, Tapi Dunia Terlalu Bisu untuk Mengatakannya Padamu
Jam dua belas malam.
Kota Ende dibasahi hujan deras tanpa henti,
langit seakan sedang menangis untukku---
atau mungkin bersamaku.
Kedinginan ini bukan hanya tentang udara,
tapi tentang kamu yang tak di sini,
tentang rindu yang tak pernah mendapat pulang.
Aku berdiri di balik jendela,
memeluk bayanganmu dalam diam,
kau jauh di kampung---
entah sedang tertidur lelap
atau sedang menatap langit yang sama tanpa tahu
bahwa di sini,
ada seseorang yang memanggil namamu dalam hatinya
berulang kali,
tanpa pernah benar-benar terdengar.
Aku rindu,
tapi dunia terlalu bisu untuk mengatakannya padamu.
Setiap kata yang ingin kuluncurkan
tenggelam dalam lumpur keberanian yang tak pernah kukeringkan.
Setiap isyarat yang ingin kusampaikan
terkubur dalam takut akan kehilangan
sesuatu yang bahkan belum pernah kumiliki.
Apa kamu tahu,
bahwa senyummu di sore hari
cukup untuk membuat malam-malamku gelisah?
Apa kamu tahu,
betapa aku iri pada angin
yang bisa menyentuh rambutmu
tanpa harus meminta restu waktu?
Aku mencintaimu
dengan cara yang sederhana tapi menyakitkan:
diam.
Aku merindukanmu
dengan cara yang paling sunyi:
tak terlihat, tak terdengar, tapi nyata
seperti hujan yang terus turun
meski tak satu pun orang ingin basah karenanya.
Dan malam ini,
biarlah hujan menjadi juru bicara,
karena aku sudah terlalu lelah menjelaskan rindu
pada dunia yang tak pernah mengerti
apa artinya mencintai seseorang
yang bahkan tak tahu bahwa dirinya
telah menjadi pusat semestamu.
Ende, 30 Mei 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI