1. Self-Criticism Berlebihan
Salah satu perilaku yang paling umum dan merusak adalah self-criticism atau kritik diri yang berlebihan.
Banyak dari kita yang memiliki standar tinggi untuk diri sendiri, namun ketika standar ini berubah menjadi ketidakmampuan untuk menerima kesalahan atau kegagalan, hal ini dapat menimbulkan trauma emosional yang serius.
Kritik diri yang berlebihan bisa memanifestasikan dirinya dalam berbagai bentuk, seperti meremehkan pencapaian, berfokus hanya pada kesalahan, atau terus-menerus merasa tidak cukup baik.
Perilaku ini sering kali berakar dari pengalaman masa lalu, seperti kritik dari orang tua, guru, atau teman sebaya yang terus-menerus.
Seiring waktu, suara-suara kritis dari luar ini diinternalisasi dan menjadi bagian dari dialog internal kita.
Akibatnya, kita bisa menjadi musuh terbesar bagi diri kita sendiri, selalu merasa tidak pernah cukup dan selalu mengharapkan kegagalan.
Trauma yang ditimbulkan oleh self-criticism berlebihan ini dapat menyebabkan rendahnya rasa percaya diri, depresi, dan kecemasan yang kronis.
Untuk mengatasi perilaku ini, langkah pertama adalah menyadari dan mengakui bahwa kritik diri yang berlebihan adalah bentuk kekerasan terhadap diri sendiri.
Mulailah dengan menggantikan dialog internal yang negatif dengan afirmasi positif.
Berikan ruang bagi diri sendiri untuk membuat kesalahan dan belajar darinya, serta rayakan setiap pencapaian, sekecil apapun itu.