"Si Boneng yang kurang ajar. Sudah tahu nenek-nenek stres, malah dikompori!"
Pekan lalu, karena dikompori Si Boneng, burung murai piaraan Saridin dicuri besannya kemudian dijual. Namun Saridin enggan memperpanjang urusannya. Dia berusaha memaklumi kesulitan besannya.
***
Setelah dipesan-pesan menantunya datang juga menemuinya di rumah. Ada kesan menantunya itu menghindar. Andai tidak datang juga Saridin mengancam akan menahan putrinya agar tidak pulang ke rumah kontrakannya. Besan, menantu, dan putri bungsunya tinggal di sebuah kontrakan. Jaraknya sekira tiga ratus meter dari rumahnya. Beberapa kali pernah terdengar kabar bahwa mereka menunggak uang pembayaran kontrakan rumah.
"Rendi, katakan sejujurnya. Ibumu menagih-nagih uang, seperti kami berutang saja. Memangnya uang apa?" Nada bicara Saridin merendah.
Rendi mendongak dengan suara meninggi, "Mana saya tahu, Pak!"
 "Kami tidak pernah punya kaitan utang-piutang dengan ibumu. Mengapa tiba-tiba dia menagih. Barangkali kamu yang memakai uangnya, lalu pembayarannya dibebankan  kepada kami, begitu?"
"Bapak jangan sembarangan menuduh."
"Lantas, menagih uang apa dong?" Suaranya meninggi. "Atau barangkali ada urusan lain dengan kalian?"
"Mana saya tahu. Bapak ini mau tahu saja urusan pribadi saya sih!" Menantunya bangkit, tak kalah sengit.
"Masa iya aku harus berduel dengan menantu!" Saridin membatin. Dia tidak mengira menantunya itu akan berucap sekasar itu. Â "He, ada apa ibumu sampai menagih-nagih uang kepada kami? Tentu ada sebabnya."