Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nasib Dua Sahabat

25 Desember 2022   17:36 Diperbarui: 25 Desember 2022   17:38 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi suasana di surga/sumber: republika

Malam mendekati puncaknya, begitupun obrolan Andi dengan Tomi. Semakin lama perbedaan pendapat mereka semakin melebar, dan malam itu seperti mencapai puncaknya.

"Begini saja, Ndi. Kalau kamu terus berpegang pada prinsipmu itu, sementara aku tidak setuju, kita sudahi saja bisnis kita ini. Kita hitung bersama, berapa asset yang ada kita bagi dua." Tomi menyatakan keputusan terakhirnya.

Beberapa jenak Andi diam sebelum menjawab, "Sebenarnya sayang juga kalau bisnis ini kita hentikan. Menurutku, sebenarnya tidak sampai harus dihentikan. Aku, kan, hanya mengusulkan untuk mulai meninggalkan bagian-bagian dari bisnis kita ini yang menyalahi syariah. Terus kita juga harus sudah menyisihkan keuntungan bisnis kita untuk zakat dan sedekah."

Tomi menyempatkan membetulkan kacamatanya sebelum berkata, "Justru itu. bisnis kita ini sedang menuju booming. Dari bulan ke bulan omset kita naik terus. Bisnis kita ini belum mencapai puncaknya, masih memerlukan banyak modal. Apa yang kamu usulkan itu, nanti saja kalau bisnis kita sudah di puncak."

Andi menghela nafas panjang mendengar penjelasan Tomi. Sudah lama dia mengajak teman bisnisnya itu untuk mulai lebih memperhatikan urusan transendental. Bisnis yang dijalani mereka berdua sudah memasuki tahun ketujuh. Mereka merintis bersama dengan berbagi modal, berbagi tugas, dan hasilnya sangat memuaskan mereka berdua.

Perkenalan Andi dengan Ustad Sofyan, dan terus mengikuti kajian rutinnya, menyadarkan Andi bahwa ada hal-hal yang jauh lebih penting diperhatikan daripada sekadar urusan dunia. Andi mengajak Tomi untuk ikut menghadiri kajian Ustad Sofyan, tapi Tomi menolak.

"Nanti, lah, Ndi. Bisnis kita ini belum apa-apa, lho! Urusan itu nanti kalau bisnis kita sudah sukses." Begitu jawaban Tomi saat itu.

Dan Andi tidak habis kesabaran. Setiap ada kesempatan, terutama setelah meeting urusan bisnis mereka, Andi selalu mengingatkan Tomi. Namun, berkali-kali pula Tomi menolak. Bahkan sempat Andi bertanya, "Tom, kamu percaya, kan, bahwa ada kehidupan lagi setelah kehidupan di dunia ini?"

"Sudah, lah, Ndi. Jangan bawa-bawa akhirat. Saya belum puas menikmati hidup di dunia ini. Nanti, kalau semua keinginanku sudah tercapai, aku akan menuruti nasihatmu." Begitu jawaban Tomi saat itu. Jawaban yang hampir membuat Andi putus asa untuk mengajak temannya itu.

"Bagaimana, Ndi?" Lamunan Andi buyar oleh pertanyaan Tomi. "Kamu setuju keputusanku?"

"Baiklah, aku setuju. Tapi kita tetap berteman, kan. Perpisahan ini hanya perbedaan prinsip saja, kan?"

"Iya, lah. Setelah modal dan asset kita bagi dua, aku akan melanjutkan bisnis ini. Nanti, kalau kamu berminat lagi gabung denganku, kamu tinggal datang. Pintuku selalu terbuka."

Andi tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Tidak, Tom. Aku akan merintis bisnis baru, yang sesuai dengan prinsipku."

***

Setelah berpisah dan menjalankan bisnis masing-masing, Andi dan Tomi masih berhubungan walaupun hanya melalui telepon atau chating. Beberapa kali mereka sempat bertemu juga di acara-acara Business Fest, atau seminar.

Setahun setelah mereka berpisah Tomi mengundang Andi untuk datang ke pestanya.

[Kamu pindah, bro?], tanya Andi setelah menerima informasi alamat dari Tomi.

[Enggak, lah. Itu rumah baruku. Pesta ini aku rayakan karena aku berhasil mendapatkan rumah yang sudah lama kuidam-idamkan], balas Tomi.

Di hari yang ditentukan Andi datang dan langsung disambut Tomi. Mereka berpelukan. Yang datang ternyata hanya beberapa orang saja, mungkin orang-orang yang dianggap spesial yang diundang Tomi.

Andi hanya sekitar setengah jam berada di rumah Tomi. Selain punya acara lain, juga karena tidak kerasan dengan suasana pesta tersebut. Andi kemudian berpamitan. Tomi pun mengantarnya sampai tempat parkir.

"Rumah barumu ini besar juga, Bro." Berkata demikian Andi sambil melihat dari atas ke bawah bangunan mewah dua lantai itu.

"Yaaa begitulah, sudah lama rumah ini kuinginkan. Akhirnya, bisnisku maju dan aku punya dana 2 M untuk membeli rumah ini."

"Tapi sayang, kamu hanya sendiri menempati rumah ini. kapan kamu nikah, Bro?"

"Halah ... kamu juga belum. Tunggu saja undanganku, sekitar dua bulan lagi."

Sepanjang perjalanan pulang dari rumah Tomi, Andi mengaguminya. Mengagumi semangat kerjanya. Hanya dalam beberapa tahun omset perusahaan naik berkali-kali lipat.

Andi melanjutkan perjalanan ke sebuah daerah pelosok. Sesuai janjinya, hari itu dia akan memberikan dana untuk renovasi masjid di sana yang sudah lama tidak dipakai karena hancur setelah gempa melanda daerah itu dua bulan yang lalu.

Menemui langsung sesepuh daerah itu yang sudah dia percaya, Andi menyerahkan amplop berisi dua ratus juta. Uang itu dia sisihkan dari keuntungan bisnisnya selama ini.

"Ya Allah ..., kalau temanku, Tomi, bisa membeli rumah mewah seharga 2 M, berilah aku rumah di surga dengan sedekahku yang 200 juta ini." Sesaat setelah menyerahkan amplop Andi berkata dalam hatinya.

***

Tomi ternyata menepati janjinya, dua bulan setelah pertemuan terakhir, Andi menerima undangan pernikahan Tomi.

Pesta yang digelar sangat mewah. Banyak orang penting datang.

"Beruntung sekali, Kau, mendapatkan istri yang cantiknya tak kalah dengan artis-artis yang sering muncul di TV," kata Andi saat ada kesempatan mereka berbincang berdua.

"Butuh perjuangan yang cukup ulet untuk mendapatkannya, kawan," balas Tomi sambil tertawa. "Dia anak pengusaha sukses, lho. Bahkan dia pewaris tunggal perusahaannya."

Andi tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala seraya menunjukkan jempolnya, menunjukkan kekagumannya.

Sepulang dari pesta pernikahan Tomi, Andi mengarahkan mobilnya ke sebuah panti asuhan. Santunan ke panti asuhan sudah menjadi agenda rutin baginya setiap enam bulan sekali.

Andi menyerahkan amplop berisi uang 50 juta kepada ibu asuh panti asuhan tersebut. Namun, kali ini Andi langsung pulang, tidak menyempatkan berkeliling melihat keadaan anak-anak yatim piatu yang ada di panti  tersebut.

Sebelum memasuki mobilnya, Andi berdoa, "Ya Allah ... temanku telah mendapatkan istri yang cantik. Dengan sedekahku ini, berilah aku di surga nanti seorang istri yang tak kalah cantiknya."

***

 

Setahun kemudian Andi bertemu di sebuah acara pameran bisnis. Tomi, setengah memaksa, mengajak Andi ke stand bisnisnya.

"Kamu harus lihat perkembangan bisnisku, kawan," kata Tomi saat itu, yang dibalas Andi dengan anggukan.

"Lihat!" katanya lagi seraya memperlihatkan jejeran foto perkebunan kelapa sawit, "Sebulan yang lalu aku berhasil membeli kebun sawit ini. 50 M aku investasikan untuk membeli dan mempersiapkan bisnis baruku ini."

"Luar biasa ..., luar biasa. Hebat, kau kawan!" sahut Andi singkat, tak lupa pula mengangkat jempolnya.

"Apa kamu enggak berminat bergabung lagi? Pintuku selalu terbuka."

Andi menggeleng, "Bisnisku tidak sekencang bisnismu, Bro. Tapi aku merasakan passion-ku ada di bisnis yang sedang kujalankan."

"Oke!" balas Tomi singkat. Dia sangat memahami apa yang disampaikan Andi.

Keesokan harinya Andi kedatangan Wawan, salah seorang kawan karibnya, yang mengeluh bisnisnya hancur kena tipu. Untuk menyelamatkan bisnisnya dia membutuhkan suntikan dana tidak kurang dari 500 juta.

Andi menyerahkan cek sambil berkata, "Nih, pakai dulu uangku. Setelah bisnismu kembali normal, dan sudah ada keuntungan baru kamu kembalikan."

Sepulangnya Wawan, Andi berdoa, "Ya Allah, kalau temanku, Tomi, sudah bisa mengembangkan bisnisnya dengan membeli perkebunan sawit, dengan sedekahku pada kawanku Wawan, berilaku aku kebun yang indah di surga nanti."

***

Hari berganti hari dan berbilang menjadi sebulan. Bulan pun bergulir menjadikan waktu menjadi satuan tahun.

Kehidupan di dunia selalu berakhir dengan kematian. Pula setiap yang berjiwa masti akan mati. Begitupun dengan Andi dan Tomi, masa hidup mereka di dunia telah berakhir.

Di kehidupan akhirat.

Malaikat membawa ruh Andi dan mengajaknya ke sebuah tempat yang penuh dengan pemandangan indah. Setiap sudut dari tempat itu membuat Andi kagum.

Malaikat lalu memperlihatkan sebuah bangunan besar dan mewah, seorang perempuan cantik berada di dalamnya. Dan di belakang bangunan besar itu terhampar perkebunan luas yang dipenuhi berbagai tanaman yang sedang berbuah.

"Rumah, perempuan, dan kebun itu semua milik anda, Tuan." Berkata malaikat itu seraya membungkukkan tubuhnya.

Andi merasa pernah melihat rumah itu juga perempuan di dalamnya. Setelah beberapa saat termenung, dia teringat lalu berkata, "Sesungguhnya aku dahulu di dunia memiliki seorang teman[1] bernama Tomi. Dan rumah itu serta perempuan yang kau maksud istriku itu, persis seperti yang dimiliki temanku itu."

 

 "Betul sekali. Dan temanmu itu sekarang pun berada tidak jauh dari sini," balas malaikat, yang kemudian membawa Andi ke sebuah tempat di mana Tomi berada di dalamnya.

 

Saat Andi melihat ke arah malaikat menunjukkan jarinya, Andi seketika memejamkan matanya. Dia tidak sanggup melihat apa yang menimpa Tomi.

 

*****

[1]QS. Ash-Shaffat: 51

 

*Terinspirasi oleh tafsir dari surat Ash-Shaffat ayat 56 dan 57

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun