Pandangan manusia tentang agama sangat dipengaruhi oleh kacamata yang dipakai-apakah itu ateistik, agnostik, naturalistik, eksistensialis, atau bahkan sekadar pandangan sosial-politis. Manusia berpikir lewat lensa tertentu, dan lensa ini sering kali menyaring, membias, bahkan mengaburkan cahaya makna agama yang sejatinya hendak disampaikan oleh kitab suci.
Bahkan yang bicara agama dengan murni mengatas namakan logika atau ilmu pengetahuan sekalipun bisa tidak lepas dari bias kacamata-cara pandang pribadi- Karena ketika seseorang bicara agama-Tidak ada kepala yang sama sekali kosong dari hal yang bersifat personal-Dan dari hati yang kosong dari niat-motivasi
Bayangkan bila batu atau bunga bicara agama-ia akan apa adanya,Lain dengan kepala dan hati manusia yang telah terisi oleh beragam memori
Bahkan ketika kita memasukkan tema agama kedalam mesin AI maka mesin akan menginformasikan agama menurut versi pandangan yang beragam
Agama yang masuk ke dalam "isi kepala" manusia yang berbeda-beda ini ibarat sinar putih yang ditembakkan ke prisma: ia terurai menjadi berbagai warna, tergantung sudut dan bentuk prisma itu sendiri. Dalam hal ini, "prisma" adalah cara berpikir,filosofi dan ideologi manusia.
Tokoh-tokoh seperti Karen Armstrong, Richard Dawkins, Sam Harris, dan Yuval Noah Harari telah banyak menulis tentang agama dari berbagai sudut: sejarah, evolusi, kognisi, hingga kritik terhadap yang mereka anggap dogma. Dari sisi akademik, para antropolog seperti E.B. Tylor, James George Frazer, dan Clifford Geertz melihat agama sebagai produk budaya, simbolik, atau evolusi sosial. Di sisi lain, Ian G. Barbour mencoba menjembatani agama dan sains lewat empat tipologi hubungan antara keduanya: konflik, independensi, dialog, dan integrasi.
Namun yang perlu dicatat: semua pandangan itu adalah hasil interpretasi manusia, yang tentu bisa berbeda dengan pandangan agama tentang dirinya sendiri sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci.
Maka,ketika kita membahas agama, penting untuk bertanya:
Apakah kita sedang membahas agama sebagaimana adanya menurut wahyu, atau agama sebagaimana dipahami dan di persepsikan oleh manusia yang bisa penuh bias dan keterbatasan serta kepentingan ?
Memahami perbedaan ini adalah langkah awal-fundamental dan essensial untuk memetakan persoalan agama ketika ia hadir di dunia manusia-Termasuk melihat bagaimana peta perang opini yang terjadi-Yang bukan semata bicara agama sebagai wahyu, tetapi peta beragam tafsir manusia tentangnya.
---
Artikel ke 2
Logika, Isi Kepala Manusia, dan Agama