Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ibu, Rindu, dan Bubuy Bulan

20 September 2025   10:17 Diperbarui: 20 September 2025   10:21 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rindu Ibu berbisik dalam senandung Bubuy Bulan. Di dapur ini, kerinduan dan kesetiaan itu mengalun perlahan. (Generated by Gemini)

Aku mengenal "Bubuy Bulan" pertama kali bukan dari radio atau panggung seni, melainkan dari suara ibuku. Ia sering menyenandungkannya tanpa waktu khusus—kadang saat memasak, kadang sambil menyapu.

Suaranya tidak selalu utuh, kadang hanya berupa rengeng-rengeng, nada lirih yang seolah melayang begitu saja.

Bagi orang lain mungkin terdengar biasa, tetapi bagiku setiap nadanya seperti pintu kecil menuju isi hati Ibu. Perempuan pendiam yang jarang mengucap rindu—memilih menyampaikannya lewat alunan sederhana itu.

Lagu Daerah yang Jadi Rindu Keluarga

"Bubuy Bulan" adalah lagu Sunda yang lekat dengan nuansa kerinduan. Liriknya sederhana, tetapi sarat perasaan: tentang cinta yang jauh, tentang rindu yang hadir di antara keindahan alam.

Tak heran jika lagu ini kerap dianggap sebagai ungkapan hati yang lembut, terutama bagi mereka yang menunggu kepulangan orang tercinta.

Dalam keluargaku, lagu ini menemukan maknanya sendiri. Bapak adalah anggota salah satu angkatan yang sering ditugaskan keluar kota, bahkan keluar daerah. Saat Bapak bertugas, Ibu jarang mengungkapkan rindu dengan kata-kata.

Justru lewat senandung "Bubuy Bulan"—aku tahu ada rasa yang dipeluknya diam-diam. Lagu itu seolah menjadi jembatan antara jarak, doa, dan kesetiaan.

Senandung Lirih Ibunda

Aku selalu ingat bagaimana lagu itu muncul di sela-sela keseharian. Terkadang suara Ibu mengalun lirih, bersahutan dengan denting spatula di wajan. Aroma tumisan kencur dan bawang seolah bercampur dengan melodi yang mengawang.

Terkadang, alunan itu terdengar dari balik jendela, berteman bias cahaya sore menerpa debu yang beterbangan seiring ayunan sapu.

Kadang aku mendengarnya utuh, kadang hanya sepotong nada yang lewat cepat atau rengeng-rengeng yang seperti mengalun tanpa sadar. Mungkin saat itu Ibu sedang merindukan Bapak, yang kerap pergi jauh karena tugas.

Namun, justru di situlah letak keindahannya: rindu tidak pernah memilih waktu, ia datang diam-diam, lalu menyelinap melalui bibir Ibu yang lirih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun