Kelahiran bayi gajah 2024 dan 2025 menjadi bukti nyata bahwa konservasi memberi hasil. Setiap kehidupan baru adalah titik balik, seolah gajah ingin menyampaikan pesan: “Selama kalian peduli, kami masih bisa bertahan.”
Menjadi Suara bagi yang Tak Bisa Bicara
Di balik tubuh besarnya, gajah tidak mampu menyampaikan pesan mereka dengan kata-kata. Mereka hanya meninggalkan jejak di tanah, lenguhan rendah di hutan, atau tatapan sayu ketika terjerat. Di sinilah manusia ditantang untuk menjadi penyambung suara mereka.
Speak for the Species, tema yang diusung dalam peringatan World Animal Day tahun ini, menjadi pengingat bahwa suara kita bisa menentukan masa depan satwa karismatik Indonesia. Menjaga gajah berarti menjaga hutan. Menjaga hutan berarti menjaga air, udara, dan kehidupan manusia sendiri.
Ketika gajah bicara, pesan yang terdengar sesungguhnya sederhana: jangan biarkan jejak kami hilang. Jangan biarkan anak-anak manusia tumbuh di dunia tanpa gajah, tanpa suara lenguhan di hutan, tanpa raksasa lembut yang telah hidup berdampingan dengan kita selama ribuan tahun.
Penutup
Nasib gajah Sumatera kini berada di persimpangan: antara ancaman kepunahan dan peluang keselamatan. Way Kambas menjadi saksi dari dua wajah itu- kematian yang memilukan sekaligus kelahiran yang membawa harapan.
Sebagai manusia, kita punya pilihan: menutup telinga, atau mendengar pesan dari rimba.
Karena ketika gajah bicara, sejatinya mereka sedang mengingatkan kita bahwa menjaga mereka berarti menjaga masa depan kita sendiri.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Animal Global Writing Competition dengan tema Speak for the Species.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI