Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Wildlife in Crisis: Pesan Lirih Gajah Sumatra dari Way Kambas

19 September 2025   15:20 Diperbarui: 19 September 2025   05:00 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya kecil itu membuktikan: menyelamatkan gajah bukan hanya tugas negara, melainkan tanggung jawab kita bersama. Sebab, hilangnya gajah berarti hilangnya bagian penting dari ekosistem hutan.

Kini, jika gajah di Way Kambas bisa berbicara, mungkin mereka hanya akan berkata lirih: “Jangan biarkan kami menjadi dongeng untuk anak cucumu kelak.”

Pesan Ekologis Sang Raksasa Lembut

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) sering disebut the gentle giant. Tubuhnya besar, tapi sifatnya lembut dan penuh ikatan sosial. Mereka hidup berkelompok, dipimpin induk betina tertua, dan menjaga kebersamaan layaknya keluarga manusia.

Di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, seekor bayi gajah lahir pada pertengahan Agustus 2025. Bayi jantan berbobot 67 kilogram itu menjadi kabar gembira di tengah keprihatinan panjang tentang nasib gajah Sumatera. Tangisan pertamanya terdengar bagai penegas, bahwa satwa karismatik ini masih berusaha bertahan, meski ancaman datang dari segala arah.

Kelahiran itu bukan sekadar penambahan angka populasi. Ia adalah simbol harapan, bahwa rimba masih punya denyut kehidupan. Namun di saat yang sama, ada pula kenyataan pahit: sepanjang 2024, empat ekor gajah mati di Way Kambas karena penyakit, dari hepatitis hingga virus herpes yang mematikan. 

Ada pula yang tak tertolong akibat jerat pemburu. Seolah gajah ingin berkata kepada kita, “Kami masih ada, tapi masa depan kami bergantung pada pilihan kalian.”

Dalam ekosistem, gajah berperan sebagai penyebar biji. Buah yang mereka makan akan keluar bersama kotoran, menyuburkan tanah, dan melahirkan pohon-pohon baru. Dengan cara itulah hutan diperbaharui. 

Tanpa gajah, siklus ini akan terganggu. Maka ketika gajah bicara, sejatinya mereka mengingatkan kita: kelestarian hutan tak bisa dilepaskan dari keberadaan mereka.

Sayangnya, habitat mereka terus menyusut. Deforestasi, perambahan, dan alih fungsi lahan telah memutus jalur migrasi kawanan gajah. Data Balai TN Way Kambas menunjukkan populasi gajah liar saat ini hanya sekitar 160-180 ekor, sementara gajah jinak yang berada di bawah perawatan konservasi berjumlah 62-64 ekor. 

Angka ini jauh dari aman, mengingat populasi gajah Sumatera di seluruh pulau diperkirakan tinggal 1.600 ekor saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun