Publik kerap dikejutkan dengan berbagai fasilitas dan tunjangan anggota DPR, mulai dari tunjangan beras hingga wacana kenaikan gaji pejabat yang jumlahnya tidak sedikit. Ironinya, jika dihitung-hitung, satu tunjangan anggota dewan saja bisa menjadi nafkah berbulan-bulan bagi seorang guru honorer.
Tunjangan beras yang nilainya jutaan rupiah bagi anggota DPR mungkin setara dengan gaji sepuluh bulan seorang guru honorer di pelosok. Perbandingan ini terasa getir, terutama di tengah kisruh pendidikan, ketika banyak guru honorer akhirnya memilih resign karena gajinya tak cukup untuk bertahan hidup.
Definisi yang Menggugah Ironi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dewan berarti “majlis atau badan yang terdiri dari beberapa orang anggota sebagai penasihat, pertimbangan, atau pemutus sesuatu.”
Definisi ini menempatkan kata dewan pada posisi terhormat: sekelompok orang yang dipercaya, diberi amanah, dan memikul tanggung jawab besar untuk kepentingan bersama.
Namun, di negeri ini, kita mengenal dua dewan yang nasibnya bagai langit dan bumi: Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Guru. Sama-sama disebut dewan, tetapi kehidupan sehari-hari keduanya jauh dari kata sebanding.
Sama-sama “Dewan”, Sama-sama Punya Peran
Sebutan “dewan” dalam dunia pendidikan sering kali terasa timpang. Guru, yang dikenal sebagai “Dewan Guru”, berdiri di depan kelas, mengabdi mendidik anak bangsa, tetapi jauh dari kata sejahtera. Sementara “Dewan” dalam arti wakil rakyat hidup dengan fasilitas melimpah, gaji besar, dan berbagai tunjangan yang nilainya bisa menyamai nafkah berbulan-bulan para guru honorer.
Perbandingan ini kerap menggelitik nurani. Sama-sama “dewan”, sama-sama punya peran penting bagi masyarakat. Bedanya, guru mencetak generasi, sedangkan wakil rakyat mewakili suara masyarakat. Namun, dalam hal penghargaan, seolah ada jurang yang sangat lebar.
Dewan di Gedung vs Dewan di Kelas
Anggota DPR disebut wakil rakyat. Mereka digaji belasan hingga puluhan juta setiap bulan, ditambah tunjangan rumah dinas, kendaraan, biaya perjalanan dinas, hingga dana aspirasi. Mereka duduk di kursi empuk, berdebat dalam rapat paripurna, lalu pulang dengan jaminan kesejahteraan.