Yang ada hanyalah lumut yang tumbuh di bagian sambungan semen, akibat tetesan air hujan dan kelembapan. Dari jarak dekat, jelas terlihat itu lumut. Tapi dari jarak foto yang beredar? Ya, mirip retakan.
"Ini bukan retak, hanya lumut. Sudah saya minta Dinas PU segera membersihkan supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman lagi," kata Eva kepada wartawan.
Babak 4: Fenomena 'Keburu Viral'
Kasus ini hanyalah satu contoh kecil dari fenomena besar yang sering kita lihat: kecepatan jempol netizen mengalahkan kecepatan cek fakta. Â Begitu sebuah foto atau video muncul, apalagi kalau ada unsur dramatisnya, naluri pertama banyak orang adalah membagikannya.
Masalahnya, foto itu hanya potongan realitas. Tanpa konteks, ia bisa menyesatkan. Seperti dalam kasus ini, yang seharusnya jadi catatan kecil "oh itu cuma lumut, perlu dibersihkan", malah menjadi isu "bangunan baru sudah rusak".
Dalam psikologi komunikasi, fenomena ini disebut availability heuristic, otak kita cenderung percaya pada informasi pertama yang mudah diakses atau diingat, meski belum tentu benar.
Babak 5: Lumut yang Mengajarkan
Kalau dipikir-pikir, lumut di JPO Siger Milenial ini justru memberi pelajaran berharga.
Pertama, bagi pemerintah daerah, penting untuk melakukan pemeliharaan rutin dan komunikasi publik yang cepat. Kalau penjelasan resmi keluar di awal, rumor bisa diredam sebelum melebar.
Kedua, bagi masyarakat, ini pengingat untuk menahan diri sebelum menekan tombol share. Sekarang memang mudah sekali memviralkan sesuatu, tapi efeknya bisa besar: merusak reputasi, memicu kecurigaan, bahkan mempengaruhi citra kota.
Ketiga, bagi kita semua ada makna filosofis yang bisa dipetik: tidak semua yang terlihat seperti retak benar-benar retak. Terkadang, itu hanya lumut yang kebetulan menempel di permukaan. Sama seperti kehidupan, garis-garis yang kita lihat di luar belum tentu keretakan di dalam.