Pagi ini, ditemani secangkir kopi hitam dan dua orang "narasumber" Pakde Narno dan Pakde Narji saya menyapa mereka. Dengan latar belakang pemandangan kandang kambing dan aroma khas kambing, perbincangan kami jadi semakin hangat tentang bagaimana beternak kambing ala Pakde Narno.
Lokasinya ada di Kec. Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Saya tidak secara khusus ke sini untuk membahas ini, namun karena ada keperluan lain. Setali dua uang, Saya tergelitik ngulik tentang beternak Kambing yang bisa menjadi inspirasi bagi petani Indonesia.Â
Pakde Narno adalah sosok sederhana yang menjadi inspirasi bagi para petani: Ia tidak hanya mengandalkan hasil panenan ladang untuk mencukupi kebutuhan keluarga.Â
Dengan kebijaksanaan khas seorang petani yang paham memanfaatkan setiap jengkal tanah, Pakde Narno menemukan cara menambah penghasilan tanpa meninggalkan ladang: beternak kambing Prambon.
Di samping rumahnya berdiri kandang kayu sepanjang 10 meter yang tampak sederhana. Namun, dari sanalah lahir "tabungan hidup" yang nilainya bisa mencapai puluhan juta rupiah setiap tahun.Â
Lebih dari sekadar sumber uang, usaha ini juga menghasilkan pupuk organik yang menyuburkan sawahnya. Sebuah usaha rumahan dengan double impact: keuntungan dari penjualan kambing sekaligus penjualan kotoran yang diolah menjadi pupuk.
Kambing Prambon: Pilihan Tepat untuk Petani Desa
Pakde Narno memilih kambing Prambon, hasil persilangan kambing lokal dengan Peranakan Etawa (PE). Kambing ini menjadi favorit para peternak desa karena:
- Tahan penyakit dan mudah beradaptasi dengan iklim tropis.
- Tidak rewel dalam pakan, bisa memanfaatkan hijauan lokal.
- Produktif: rata-rata beranak dua kali setahun, dengan 2 ekor anak setiap kelahiran.
Dengan harga jual anak kambing usia 6 bulan sekitar Rp 1 juta, satu induk mampu menghasilkan Rp 4 juta per tahun. Bayangkan jika ada 10 induk, potensi keuntungannya bisa mencapai Rp 40 juta per tahun dan itu belum termasuk nilai tambah dari pupuk organik hasil kotoran kambing.