Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Petani Bijak, Kambing Pun Jadi Tabungan Hidup

3 Agustus 2025   10:20 Diperbarui: 4 Agustus 2025   11:38 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kandang kambing yang dibuat panggung untuk mengoptimalkan pengelolaan.  (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Pagi ini, ditemani secangkir kopi hitam dan dua orang "narasumber" Pakde Narno dan Pakde Narji saya menyapa mereka. Dengan latar belakang pemandangan kandang kambing dan aroma khas kambing, perbincangan kami jadi semakin hangat tentang bagaimana beternak kambing ala Pakde Narno.

Lokasinya ada di Kec. Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Saya tidak secara khusus ke sini untuk membahas ini, namun karena ada keperluan lain. Setali dua uang, Saya tergelitik ngulik tentang beternak Kambing yang bisa menjadi inspirasi bagi petani Indonesia. 

Pakde Narno adalah sosok sederhana yang menjadi inspirasi bagi para petani: Ia tidak hanya mengandalkan hasil panenan ladang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. 

Dengan kebijaksanaan khas seorang petani yang paham memanfaatkan setiap jengkal tanah, Pakde Narno menemukan cara menambah penghasilan tanpa meninggalkan ladang: beternak kambing Prambon.

Di samping rumahnya berdiri kandang kayu sepanjang 10 meter yang tampak sederhana. Namun, dari sanalah lahir "tabungan hidup" yang nilainya bisa mencapai puluhan juta rupiah setiap tahun. 

Lebih dari sekadar sumber uang, usaha ini juga menghasilkan pupuk organik yang menyuburkan sawahnya. Sebuah usaha rumahan dengan double impact: keuntungan dari penjualan kambing sekaligus penjualan kotoran yang diolah menjadi pupuk.

Kambing Prambon: Pilihan Tepat untuk Petani Desa

Baca juga: Ekonomi

Pakde Narno memilih kambing Prambon, hasil persilangan kambing lokal dengan Peranakan Etawa (PE). Kambing ini menjadi favorit para peternak desa karena:

  • Tahan penyakit dan mudah beradaptasi dengan iklim tropis.
  • Tidak rewel dalam pakan, bisa memanfaatkan hijauan lokal.
  • Produktif: rata-rata beranak dua kali setahun, dengan 2 ekor anak setiap kelahiran.

Dengan harga jual anak kambing usia 6 bulan sekitar Rp 1 juta, satu induk mampu menghasilkan Rp 4 juta per tahun. Bayangkan jika ada 10 induk, potensi keuntungannya bisa mencapai Rp 40 juta per tahun dan itu belum termasuk nilai tambah dari pupuk organik hasil kotoran kambing.

Anakan kambing Prambon yang baru berusia 3 minggu. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Anakan kambing Prambon yang baru berusia 3 minggu. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun