Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Pegiat Literasi Politik Domestik | Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Konspirasi Demonstrasi di Negara Demokrasi

1 September 2025   08:30 Diperbarui: 1 September 2025   08:31 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjuk rasa melempar batu saat aksi 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR RI, Jakarta (Sumber: ANTARA FOTO/Naufal Khoirulloh via BBC)

Dampak Psikologis: Rakyat yang Bingung dan Apatis
Konspirasi demonstrasi bukan hanya masalah politik, tapi juga berdampak pada psikologi rakyat. Ketika pola kerusuhan selalu sama, publik menjadi bingung: siapa yang benar? Mana yang harus dipercaya? Pada akhirnya, rakyat bisa menjadi apatis. Mereka melihat demonstrasi bukan lagi sebagai sarana perubahan, melainkan sekadar keributan yang merugikan.

Apatisme inilah yang justru menguntungkan penguasa. Dengan rakyat yang lelah dan tidak percaya, elite bisa lebih leluasa bermain tanpa pengawasan. Demokrasi pun mati secara perlahan, bukan karena dilarang, tapi karena rakyat kehilangan harapan pada kekuatan suaranya sendiri.

Jalan Keluar: Nalar Kritis dan Ingatan Kolektif
Maka, tugas kita sebagai warga negara adalah menjaga agar demonstrasi tetap menjadi milik rakyat, bukan panggung konspirasi. Caranya dengan menolak lupa terhadap isu inti, menolak terjebak hanya pada kerusuhan, dan terus mengingatkan bahwa suara rakyat tidak boleh ditenggelamkan oleh skenario politik.

Kita perlu nalar kritis: bertanya siapa yang diuntungkan dari setiap kerusuhan, mengapa pola kericuhan selalu sama, dan kenapa tuntutan utama jarang sekali dibahas setelah aksi. Kita juga perlu ingatan kolektif: mencatat tuntutan, mendokumentasikan fakta, dan terus menyuarakan substansi agar tidak terkubur oleh asap ban yang terbakar.

Akhirnya, demokrasi bukan hanya soal kebebasan berbicara, tetapi juga soal kewaspadaan. Jika rakyat lengah, suara mereka bisa dipelintir, diperdagangkan, bahkan dibungkam dengan cara yang halus. Konspirasi demonstrasi adalah ancaman nyata, dan hanya rakyat yang sadar yang bisa memutus tali kendali dari para dalang di balik layar.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun