Episode 9: Pilihan yang Sulit
Sasha merasa hampa. Apartemennya terasa begitu sepi tanpa kehadiran Darius. Kata-kata Darius, "Aku akan kembali, saat kau siap," terus terngiang di benaknya. Di satu sisi, ia merasa dihargai. Darius memberinya ruang, sesuatu yang tak pernah dilakukan orang lain. Tapi di sisi lain, ia merasa takut. Takut jika ia tidak akan pernah siap. Takut jika ia akan selamanya terjebak dalam bayang-bayang masa lalu.
Lukisan Darian kini terasa seperti cerminan dari hatinya yang terbelah. Di mata Darian, Sasha melihat kesedihan yang sama seperti yang ia rasakan. Kesedihan yang tak terlukiskan, yang tersembunyi di balik senyum.
Di tengah kekosongan itu, ponsel Sasha berdering. Nama Adnan muncul di layar. Hati Sasha terbelah. Ia tahu Adnan adalah pelabuhannya, tempat ia bisa merasa aman. Tapi ia juga tahu, ia tidak bisa lari dari perasaannya pada Darius.
Sasha mengangkat telepon. "Halo, Bang?"
"Sasha, kamu baik-baik saja?" tanya Adnan, suaranya terdengar cemas. "Aku meneleponmu berkali-kali, tapi tidak diangkat."
Sasha menghela napas. "Maaf, Bang. Aku hanya... sibuk."
"Aku tahu kamu bohong," jawab Adnan, suaranya melembut. "Aku tahu kamu ada masalah. Ayo, kita ketemu."
Sasha ragu. Ia tahu, bertemu Adnan hanya akan membuat masalahnya semakin rumit. Tapi ia juga butuh seseorang untuk diajak bicara. Ia butuh Adnan, sahabatnya, "kakaknya."
"Baiklah," jawab Sasha. "Kita ketemu di kafe biasa."
Di kafe itu, Adnan menatap Sasha dengan tatapan yang penuh perhatian. "Kenapa, Sasha? Ada masalah?"
Sasha mengangguk. "Aku... aku tidak tahu harus bagaimana." Ia menceritakan tentang Darius, tentang bagaimana ia memintanya melukis potret Darian, dan tentang bagaimana ia merasa aman dan terancam pada saat yang bersamaan.
Adnan mendengarkan dengan seksama. Wajahnya yang tenang, kini terlihat serius. "Sasha," ucapnya, "aku tidak suka pria itu. Dia berbahaya. Dia ingin mengendalikanmu, Sasha. Sama seperti Rendy."
Sasha terdiam. Ia menatap Adnan. "Tidak," jawabnya, suaranya pelan tapi tegas. "Darius tidak seperti Rendy."
Adnan terkejut. "Apa maksudmu?"
"Rendy memaksaku. Ia ingin aku menjadi apa yang ia inginkan," jelas Sasha. "Tapi Darius... ia memberiku ruang. Ia membiarkanku menjadi diriku sendiri. Ia bahkan memberiku kebebasan untuk memanggilnya apa pun. Ia berbeda."
Mendengar itu, mata Adnan menyipit. Senyum di wajahnya memudar, digantikan oleh ekspresi cemburu yang terang-terangan. "Sasha... kamu tidak tahu siapa pria itu sebenarnya. Kamu harusnya tahu, aku yang paling peduli padamu. Aku yang paling mengerti kamu."
"Kenapa kamu harus membandingkan dirimu dengan Darius?" tanya Sasha, ia mulai merasa tidak nyaman.
"Karena aku takut," jawab Adnan, suaranya meninggi. "Aku tidak ingin kehilanganmu. Kamu hanya milikku, Sasha."
Kata-kata itu, yang seharusnya terdengar romantis, malah membuat Sasha ketakutan. Ia melihat bayangan obsesi yang sama seperti yang ia lihat pada Rendy. Cengkeraman Adnan di tangannya menguat.
"Bang... lepaskan," pinta Sasha, suaranya bergetar. "Kamu... menakutiku."
Adnan tersadar. Ia melepaskan tangan Sasha. "Maaf, Sasha. Aku... aku hanya tidak ingin kehilanganmu."
"Aku butuh ruang, Bang," kata Sasha, berdiri dari kursinya. "Aku butuh waktu untuk berpikir."
Adnan berdiri, mencoba mengejar Sasha. "Tapi..."
"Tolong, Bang. Aku butuh ruang!" Sasha berkata dengan tegas, suaranya keras, dan ia langsung berjalan pergi. Adnan hanya bisa mematung, menatap punggung Sasha yang menjauh. Di matanya, kilatan amarah dan frustrasi terlihat jelas.
Ia tidak akan membiarkan Darius memilikimu. Ia akan mendapatkanmu kembali, apa pun harganya.
Bersambung...
#tripvianahagnese
#cerbung
#sasha
#21episode
#GoresanTakdirdiAtasKanvas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI