Mohon tunggu...
TRI HANDITO
TRI HANDITO Mohon Tunggu... Guru - Kawulaning Gusti yang Mencoba Untuk Berbagi

Agar hatimu damai, tautkankanlah hatimu kepada Tuhanmu dengan rendah hati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Quiet Quitting: Ketidakpuasan yang Tertahan

9 November 2022   21:19 Diperbarui: 9 November 2022   22:24 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prolog : Kepuasan !!!

Kita semua tentu pernah merasa tidak puas. Tidak puas dengan pelayanan publik di negeri ini, tidak puas dalam riak kehidupan berumah tangga, tidak puas ketika bersosialisasi dengan dengan tetangga, tidak puas dengan situasi dan kondisi di tempat kerja, dan beragam ketidakpuasan lainnya yang akan selalu muncul sejalan dengan keinginan manusia yang memang tiada pernah ada ujungnya.

Apa yang dilakukan ketika merasa tidak puas? Ada yang diam saja dan berharap ada keajaiban terjadinya perubahan. Ada yang mencoba mengkomunikasikan supaya ketidakpuasan yang dirasakan menemukan jalan keluar. Ada yang mencoba mencari pelarian lain dengan harapan akan terpuaskan.

Atau bahkan, membuat aksi revolusioner karena merasa hanya dengan membuat aksi maka harapan akan kepuasan itu akan segera terwujud. Pendek kata, banyak sekali situasi, kondisi, dan alasan yang menjadi penyebab kita merasa tidak puas dan beragam pula cara untuk menyikapi ketidakpuasan tersebut.

Di dalam tulisan ini akan dibahas mengenai quiet quitting, sebuah fenomena di dunia kerja yang muncul (salah satunya) disebabkan oleh ketidakpuasan yang dialami seseorang di dunia kerja. Jika fenomena ini sedang kita rasakan atau sedang menjadi "virus" di tempat kerja kita, maka hal tersebut merupakan sebuah alarm bahwa ada "sesuatu" yang memang harus diperbaiki, entah pada diri kita, entah pada para pemegang kebijakan, atau mungkin pada sistem yang sedang berjalan, atau bahkan semua memang harus diperbaiki !!!

Quiet Quitting : Kerja Sesuai Argo - Pulang Tenggo

Di berbagai media sudah banyak dibahas fenomena quiet quitting oleh berbagai pakar dan praktisi dari berbagai sudut pandang. Lalu, apa yang dimaksud dengan quiet quitting? Bekerja sesuai argo dan pulang "tenggo" (begitu teng langsung go : begitu jam kerja selesai langsung pulang)! Kira-kira seperti itulah quiet quitting dalam pengertian yang paling sederhana. Quiet quitting menggambarkan orang yang sudah jenuh bekerja namun masih enggan untuk resign. 

Akhirnya, ia hanya bekerja hanya sekedarnya saja. Sudah pasti  bahwa kinerja dan produktifitas orang tersebut buruk. Namun, fenomena ini tidak muncul tanpa sebab. Temuan Gallup (Jim Harter : 2022), fenomena quiet quitting membentuk setidaknya 50% dari angkatan kerja Amerika Serikat. 

Wah, ternyata cukup fantastis juga! Apa yang menjadi penyebab fenomena tersebut? Lebih lanjut lagi Harter menyatakan bahwa quiet quitting disebabkan oleh faktor kejelasan akan harapan, ada atau tidaknya kesempatan untuk belajar dan tumbuh, faktor perhatian, serta faktor yang berhubungan dengan misi/tujuan organisasi. 

Hal ini juga didukung oleh penelitian bahwa mayoritas pekerja yang berhenti dari pekerjaan mereka pada 2021 dengan alasan karena upah rendah, kurangnya peluang pertumbuhan, dan merasa tidak dihargai (Ayalla Ruvio & Forrest Morgeson : 2022).

Kita mungkin pernah mendengar istilah workaholic (orang yang gila kerja). Para workaholic berusaha untuk selalu sempurna dalam hal proses kerja dan hasil pekerjaannya. Dalam dunia seni di Jepang juga dikenal adanya Shokunin, yaitu julukan untuk seorang pengrajin dengan kemampuan yang luar biasa, yang sangat berdedikasi pada kerajinan mereka, dan selalu berusaha untuk kesempurnaan hasil karya mereka. 

Quiet quitter bukanlah workaholic dan juga tidak bermental layaknya seorang Shokunin. Quiet quitting identik dengan bekerja sekedarnya atau bekerja seperlunya sesuai dengan kompensasi dan apresiasi yang diperoleh (bekerja sesuai "argo").

Komunikasi : Solusi yang Elegan dan Beradab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun