Kemudian bus itu berhenti di sebuah halte yang sudah sepi, Bonza kemudian turun dari pintu di belakang bus itu, sambil berdiri sejenak untuk merapikan bajunya lalu dia melemparkan syal merah nya ke belakang bahunya.
Namun ujung syal itu secara misterius bergerak naik dan memanjang dengan sendiri dan kembali ke dalam bus, melingkar, meliuk-liuk dan membuat ikatan pada besi pegangan tangan yang terdapat dekat di pintu keluar bus itu, lalu secara otomatis pintu bus itu tertutup dengan sendirinya, dan seketika itu juga Bonza merasakan tarikan dari arah belakang yang keras pada lehernya sehingga dia pun terkejut sambil berteriak.
“Hei..., ada apa ini...?, Heei...!, Heei...!”
“buka pintunyaaa...!, Heeeiiii...!”
Bus itu kemudian perlahan-lahan mulai bergerak maju, sedangkan leher Bonza masih terlilit syal nya yang terjepit pintu bus. Sambil terus berlari bersama bus itu, dia terus menerus menggedor-gedor pintu bus itu sambil berteriak.
“Heeei..., buka pintunya...!, Heeei...!, buka pintunya...!”
“Heeei...!, buka pintunya...!, buka pintunyaaa...!”
“Heeei...!, bukaaa pintunyaaa...!”
Sang sopir bus itu pun mendengarkan suara gedoran yang berasal dari pintu belakangnya dan dia melihat seseorang berlari dari kaca spion samping kirinya.
Lalu dia berusaha menginjak pedal remnya, akan tetapi secara misterius pedal remnya blong sedangkan pedal gasnya menambah kecepatan dengan sendirinya. Sehingga Bonza harus berlari dengan kecepatan penuh agar dia tidak terseret oleh bus itu.
“Heeei...!, bukaa pintunyaaa...!”