Mohon tunggu...
Arifbol
Arifbol Mohon Tunggu... Pengangguran

Penulis gagal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Bermutu dan Siap Hadapi Tantangan Abad 21

19 September 2025   04:46 Diperbarui: 19 September 2025   04:46 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sinergi Guru, Murid, dan Orang Tua dalam Pendidikan Bermutu

Pendidikan yang bermutu bukanlah hasil kerja satu pihak semata. Ia adalah buah dari kerja sama yang erat, harmonis, dan berkelanjutan antara tiga pilar utama: guru, murid, dan orang tua. Tanpa adanya sinergi yang kuat di antara ketiganya, pendidikan hanya akan menjadi proses mekanis yang kehilangan makna. Sudah saatnya kita menyadari bahwa untuk menciptakan generasi unggul, kolaborasi ini bukan hanya penting---melainkan mutlak diperlukan.

Guru: Lebih dari Sekadar Pengajar

Guru adalah ujung tombak pendidikan. Mereka tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga membentuk karakter dan menanamkan nilai-nilai kehidupan. Menurut UNESCO (2020), peran guru dalam pendidikan abad 21 semakin kompleks karena harus membimbing siswa menjadi pembelajar seumur hidup yang berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif.

Namun, kenyataannya guru sering kali dibebani oleh tugas administratif yang mengalihkan fokus dari proses pembelajaran. Survei Kemendikbud ristek (2022) menyebutkan bahwa 58% guru di Indonesia mengaku kesulitan membagi waktu antara mengajar dan mengurus administrasi sekolah. Ini tentu berdampak pada kualitas pembelajaran di kelas.

Maka, dibutuhkan dukungan dari semua pihak---terutama orang tua dan murid. Orang tua perlu memahami tantangan yang dihadapi guru dan menunjukkan apresiasi, bukan sekadar menuntut hasil. Murid pun harus aktif dan antusias dalam belajar, sehingga energi guru tersalurkan dengan efektif.

Murid: Subjek Aktif, Bukan Objek Pasif

Murid bukan hanya penerima informasi. Mereka adalah subjek pembelajaran yang seharusnya dilibatkan secara aktif. Pendidikan modern mendorong murid untuk berpikir kritis, bertanya, dan mengembangkan potensi diri. Tapi ini tidak bisa dicapai bila pendekatan masih berpusat pada guru (teacher-centered).

Menurut John Hattie, pakar pendidikan asal Selandia Baru, partisipasi aktif murid dalam pembelajaran adalah salah satu faktor paling signifikan dalam menentukan hasil belajar. Dalam bukunya Visible Learning, Hattie menekankan pentingnya hubungan antara guru dan murid yang berbasis kepercayaan, rasa hormat, dan komunikasi dua arah.

Namun, agar murid bisa aktif, mereka perlu merasa aman dan dihargai. Di sinilah peran guru dan orang tua saling melengkapi. Guru membimbing dengan empati, orang tua mendampingi dengan kasih sayang. Ketika murid merasa diperhatikan oleh dua sosok penting dalam hidupnya, semangat belajar akan tumbuh secara alami.

Orang Tua: Mitra Strategis Sekolah

Banyak orang tua berpikir bahwa urusan pendidikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah. Padahal, keterlibatan orang tua secara aktif adalah kunci sukses pendidikan anak. Penelitian dari Harvard Family Research Project (2017) menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua secara langsung berkontribusi terhadap peningkatan nilai akademik, motivasi belajar, dan kedisiplinan anak.

Sayangnya, partisipasi orang tua di Indonesia masih tergolong rendah. Menurut Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud (2021), hanya 34% orang tua yang secara rutin berkomunikasi dengan guru atau mengikuti kegiatan sekolah. Padahal, komunikasi dua arah antara guru dan orang tua sangat penting untuk memahami kebutuhan dan perkembangan murid secara utuh.

Orang tua seharusnya menjadi mitra aktif: menghadiri rapat sekolah, memantau PR anak, berdiskusi dengan guru, dan menciptakan suasana belajar yang positif di rumah. Hal-hal sederhana seperti menanyakan "Bagaimana hari ini di sekolah?" bisa menjadi awal yang penting untuk membangun keterlibatan.

Mengapa Sinergi Ini Penting?

Bayangkan jika guru mengajar dengan semangat, murid belajar dengan antusias, dan orang tua mendukung dengan sepenuh hati. Inilah ekosistem pendidikan yang ideal. Sinergi ini menciptakan rasa tanggung jawab bersama, bukan saling menyalahkan saat hasil tidak sesuai harapan.

Dalam sistem yang terintegrasi, guru dapat menyesuaikan metode mengajar berdasarkan masukan orang tua, murid bisa berkembang sesuai potensinya, dan orang tua mendapat kejelasan mengenai arah pendidikan anaknya. Pendidikan pun tidak lagi menjadi beban, melainkan perjalanan bersama.

Lebih dari itu, sinergi ini membentuk nilai-nilai penting dalam diri anak, seperti kejujuran, kerja keras, dan kepedulian sosial. Ketika rumah dan sekolah menyuarakan nilai yang sama, anak-anak akan tumbuh dengan fondasi karakter yang kuat.

Menghadapi Tantangan Bersama

Pendidikan hari ini dihadapkan pada tantangan luar biasa: ketimpangan akses, perubahan kurikulum, tekanan akademik, hingga kecanduan gawai. Semua itu tidak mungkin diselesaikan oleh guru sendirian.

Ketika seorang anak kecanduan gadget, solusinya tidak cukup hanya dengan menegur dari sekolah. Orang tua harus ikut turun tangan. Ketika seorang murid menunjukkan gejala stres akademik, guru perlu berdiskusi dengan orang tua dan mencari pendekatan yang tepat. Inilah pentingnya komunikasi terbuka dan kolaborasi yang empatik.

Di era digital ini, platform seperti WhatsApp, Google Classroom, dan portal pembelajaran daring dapat menjadi jembatan komunikasi antara guru, murid, dan orang tua. Teknologi seharusnya mendekatkan, bukan menjauhkan.

Arah Baru Pendidikan: Kolaboratif dan Holistik

Pendidikan bermutu bukan hanya soal angka dalam rapor, tetapi tentang membentuk manusia utuh. Oleh karena itu, pendekatan kolaboratif dan holistik sangat dibutuhkan. Sekolah harus membuka diri terhadap partisipasi orang tua. Guru harus mendengarkan suara murid. Orang tua harus hadir bukan hanya saat ada masalah, tetapi sejak awal proses belajar dimulai.

Pemerintah juga memiliki peran penting. Kebijakan yang mendukung pertemuan orang tua dan guru yang rutin, pelatihan guru dalam membangun komunikasi interpersonal, dan pembentukan forum musyawarah kelas adalah langkah konkret untuk memperkuat sinergi.

Penutup: Membangun Masa Depan Bersama

Tidak ada pendidikan yang berhasil tanpa kolaborasi. Guru, murid, dan orang tua adalah tiga serangkai yang tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Pendidikan bukan tanggung jawab individu, melainkan tanggung jawab kolektif. Kita semua adalah pendidik---di ruang kelas, di rumah, bahkan di ruang publik.

Mari kita wujudkan pendidikan yang menyatukan, bukan memisahkan. Mari kita bangun masa depan bersama, karena kualitas pendidikan hari ini akan menentukan wajah bangsa di masa depan. Dan masa depan itu, tidak lain dan tidak bukan, berada di tangan anak-anak kita.

Referensi:

1. UNESCO. (2020). Education in a post-COVID world: Nine ideas for public action.

2. Hattie, J. (2009). Visible Learning. Routledge.

3. Kemendikbud ristek. (2022). Survei Beban Kerja Guru Nasional.

4. Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud. (2021). Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan.

5. Harvard Family Research Pro

6. ject. (2017). Parent Involvement and Student Academic Performance.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun