Mohon tunggu...
Tobari
Tobari Mohon Tunggu... Dosen Pascasarjana bidang Manajemen dan alumni S2 Fak.Psikologi UGM 1998 kekhususan Psikometri.

Berharap diri ini dapat bermanfaat bagi orang lain, berusaha aktif menulis artikel inspiratif. Menjadikan tulisan sebagai sarana pencerahan jiwa, agar hidup tak sekadar berjalan, tetapi bermakna untuk mencari bekal kehidupan kekal di akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Haji, Iman, dan Tembok Administrasi: Saatnya Umat Islam Memimpin Perubahan

9 Juni 2025   22:19 Diperbarui: 9 Juni 2025   22:56 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Janganlah kalian saling membenci, jangan saling mendengki, jangan saling membelakangi, dan jangan sebagian dari kalian menjual atas penjualan saudaranya. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya; ia tidak menzaliminya, tidak menghinanya, dan tidak meremehkannya. Takwa itu di sini (beliau menunjuk ke dadanya tiga kali). Cukuplah seseorang dianggap jahat jika ia meremehkan saudaranya sesama Muslim. Segala sesuatu milik Muslim atas Muslim lain adalah haram: darahnya, hartanya, dan kehormatannya." (HR Muslim No. 2564)

Hadist ini menjadi cahaya penuntun untuk memahami kisah tiga warga Indonesia yang berniat menunaikan ibadah haji ke Makkah adalah cermin ketulusan.

Mereka tidak mempersoalkan fasilitas. Mereka hanya ingin memenuhi seruan Ilahi dengan hati nurani. Namun sistem yang ada seakan berkata: "Tidak cukup dengan iman. Harus dengan dokumen."

Pertanyaannya: siapa sejatinya tamu Allah, yang datang dengan cinta, atau yang membayar jutaan rupiah dalam prosedur administratif?

Seruan dari Padang Pasir

Saatnya umat Islam dunia bergerak. Jika Tanah Suci masih dipagari oleh sistem korporasi dan otoritas tunggal, siapa lagi yang akan memperjuangkan hak ruhani umat?

Indonesia harus memulai. Dari diplomasi OKI, fatwa ulama, hingga deklarasi nasional. Sebab haji bukan sekadar perjalanan fisik, ia adalah perjuangan spiritual.

Perjuangan itu, kini sedang menanti pemimpin yang berani bersuara.

Kini saatnya umat tidak hanya menjadi penonton, tetapi penggerak sejarah. Jangan biarkan kesucian Tanah Haram dikompromikan oleh kepentingan duniawi.

Biarlah suara dari padang pasir itu membangkitkan kesadaran global: bahwa kehormatan ibadah harus dijaga, hak umat harus diperjuangkan, dan cinta kepada Allah tidak boleh dipagari visa atau kekuasaan.

Dari Indonesia, cahaya perubahan bisa menyala. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun