Mohon tunggu...
Tjan Sie Tek
Tjan Sie Tek Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengusaha, Konsultan, Penerjemah Tersumpah

CEO, Center for New Indonesia; Sworn Translator, member The Indonesian Translators Association (Ind. HPI)

Selanjutnya

Tutup

Money

Prospek Dolar AS dan Rupiah versus Yuan (RMB)

4 Februari 2018   11:25 Diperbarui: 7 Mei 2019   23:09 13682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Asosiasi Nasional Pembangun Rumah (NAHB) AS, Kontribusi gabungan sektor perumahan berkisar 15%-18% terhadap GDP AS (www.nahb.org: Housing's Contribution to GDP).  

2. Kenaikan pertumbuhan GDP AS saat ini ditunjang oleh peningkatan defisit APBN (atau APB Federal) AS yang berakibat penambahan utang negara/federal AS (lihat nomor 5 di bawah ini) yang akan menjadi beban generasi selanjutnya. Jika defisit itu berlanjut sd tahun 2022, utang negara/federal AS akan naik dari USD 21,5 triliun tahun ini (yang berarti sekitar USD 68.000 per warga negara AS) menjadi sekitar USD 25 triliun (atau USD 78.000 per warga negara jika jumlah warga negara AS naik dari 316 juta orang  menjadi 320 juta orang) pada 2022. Kekayaan bersih setiap warga negara AS adalah sekitar USD 287.00 per orang. Jadi, rasio utang setiap warga negara AS terhadap kekayaan bersih per warga negaranya adalah sekitar 23% per akhir 2018 (kekayaan bersih total bangsa AS diperkirakan sekitar USD 91 triliun per akhir 2018). 

Catatan: per Juli 2018, sekitar USD 5,6 triliun dari surat utang pemerintah federal itu dipegang oleh badan-badan pemerintah AS, misalnya the Social Security Trust Fund (Pengelola Dana Jaminan Sosial secara Perwali-amanatan). Investor asing (pemerintah, perusahaan, organisasi dan individu) memiliki sekitar USD 6,3 triliun. The Fed. pemerintah-pemerintah negeri bagian dan daerah, perusahaan dan individuu  di AS. Utang-utang tersebut dalam USD. Utang tersebut akan menjadi masalah jika pemerintah federal AS tidak mampu membayar bunganya karena pendapatannya berkurang, inflasi tinggi, resesi ekonomi, jatuhnya kurs USD terhadap mata uang asing, larinya investor asing dari AS, surat utang pemerintah AS menjadi tidak laku sehingga yield yang diminta para pembelinya tinggi sekali  dll.  

Sebagai perbandingan, utang pemerintah China adalah sekitar USD 6,5 triliun per akhir 2018, dengan sekitar USD 400 miliar dalam devisa asing, atau cuma USD 4.500 per warga negara China yang sekitar 1,4 miliar orang sd akhir 2018. Rasio utang setiap warga negara China terhadap kekayaan bersih  per warga negaranya adalah sekitar 20,4% karena kekayaan bersih bangsa China adalah sekitar USD 31 triliun per akhir 2018, atau USD 22.000 per warga negara China. (Lihat juga Update 19 Agustus 2018 di bawah ini)

Utang pemerintah Indonesia sekitar  USD 300 miliar (sekitar 30% dari GDP per akhir 2018 yang diperkirakan tetap sekitar USD 1 triliun krn turunnya kurs IDR terhadap USD), atau USD 1.132 per warga negara Indonesia, atau sekitar 16% dari kekayaan bersih setiap warga negara Indonesia yang sekitar USD 7.000, dengan jumlah kekayaan bersih bangsa Indonesia USD 1,860 triliun dengan jumlah warga negara Indonesia sekitar 265 juta orang per akhir 2018. Jadi, rasio utang per warga negara terhadap kekayaan setiap warga negara Indonesia adalah yang paling rendah di antara ketiga negeri tersebut. Namun, sekitar 60% (USD 180 miliar) dari utang itu dalam devisa asing, terutama USD, dengan yield yang paling tinggi di antara yield untuk surat-surat utang ketiga negeri tersebut, 8,4% per 5 Oktober 2018 untuk tenor 10 tahun. China 3,655%; AS 3,23%. Mengingat the Fed masih ingin naikkan suku bunga dana jangka pendek mereka sebanyak 1 kali lagi tahun 2018, 3 kali pada 2019 dan 1 kali 2020, suku bunga dana mereka akan naik dari 2%-2,25% menjadi 3,25% dan 3,5% per tahun pada 2020. Otomatis yield surat utang pemerintah Indonesia dengan tenor yang sama bisa naik sd 11% jika variabel-variable lainnya tetap. Dalam keadaan stabil, spread (selisih) antara yield surat utang pemerintah Indonesia dan AS dengan tenor 10 tahun adalah sekitar 4%.

 Di AS, pengeluaran (dalam bentuk belanja barang dan jasa plus gaji pegawai pemerintah) saja selama ini sekitar 20% dari GDP-nya. Pada 2017, semua itu berjumlah  USD 3,98 triliun. Tahun 2018 ini: USD 4,17 triliun, naik sekitar 5%, atau 1% dari perkiraan GDPnya untuk tahun 2018. Angka-angka itu belum mencakup pengeluaran pemerintah-pemerintah negara bagian dan daerah tingkat 2.  

3. Kenaikan yield itu juga merugikan perusahaan dana pensiun dan asuransi serta perusahaan pengelola reksa dana  yang sedang memegang surat-surat utang yang lama karena harganya turun (berbanding terbalik dengan kenaikan yield);

4. Kenaikan yield itu (hampir 50% di atas sebelumnya) mengakibatkan pemerintah AS harus menaikkan anggaran untuk pembayaran bunga surat-surat utangnya, terutama yang baru;

5. Dengan kenaikan yield sd 3%, alokasi anggaran militer AS akan semakin tersedot ke porsi pembayaran bunga, terutama untuk surat-surat utang pemerintah (Treasury; Kementerian Keuangan AS) yang mengambang dan yang akan diterbitkan. Contoh: selama 2017, Treasury menerbitkan surat-surat utang senilai USD 1 triliun; tahun 2018, akan USD 1,5 triliun lagi dan 2019 USD 2,3 triliun lagi (marketwatch.com, 29 April 2018, sumber: S&P Financial Services LLC dan Deutsche Bank Research). Angka-angka itu tidak mencakup kebutuhan utang baru pemerintah banyak sekali negeri bagian AS yang juga mengalami defisit APBD masing-masing. 

6. Kenaikan kurs USD mengurangi daya saing produk AS di LN;

7. Kenaikan the Fed's fund rate dan yield itu menguntungkan deposan asing dan juga investor asing pembeli (jika ada) surat-surat utang AS, terutama yang baru;

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun