Seorang buronan politik yang dikejar tentara kolonial, hidup berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, menulis buku filsafat di tengah perang dunia.
Buku itu bukan tentang strategi militer, bukan pula tentang politik praktis, melainkan tentang cara berpikir, sesuatu yang jauh lebih berbahaya bagi penjajah, karena ketika manusia mulai berpikir, mereka tak lagi mudah diperintah.
Nama orang itu adalah Tan Malaka, dan buku yang ia tulis berjudul Madilog, singkatan dari Materialisme, Dialektika, dan Logika.
Tapi jangan buru-buru menutup halaman ini hanya karena istilahnya terdengar rumit. Sebab sejatinya, Madilog bukan tentang filsafat tinggi yang sulit dipahami, melainkan tentang kebebasan berpikir manusia Indonesia.
Madilog karya Tan Malaka mengajarkan cara berpikir logis dan ilmiah agar bangsa Indonesia merdeka dari takhayul dan kemalasan berpikir. - Tiyarman Gulo
Siapa Tan Malaka?
Bagi sebagian orang, nama Tan Malaka mungkin hanya sekadar nama jalan atau tokoh sejarah di buku pelajaran. Tapi di balik nama itu tersembunyi sosok yang luar biasa, seorang guru, pejuang, filsuf, dan idealis yang hidupnya nyaris seperti legenda.
Lahir di Suliki, Sumatera Barat, tahun 1897, Tan Malaka tumbuh di tengah masyarakat yang dijajah Belanda namun memiliki semangat belajar yang tinggi. Ia dikirim belajar ke Belanda, menjadi guru, lalu berubah menjadi aktivis anti-kolonial. Hidupnya berliku, dari buron internasional, tokoh Partai Komunis, hingga tokoh nasionalis yang kemudian sempat dilupakan sejarah.
Namun, di tengah semua kekacauan politik, Tan Malaka memiliki satu obsesi, membangkitkan cara berpikir rasional rakyat Indonesia.
Ia melihat, penjajahan bukan hanya soal senjata atau ekonomi, tetapi juga penjajahan pikiran. Masyarakatnya tunduk pada takhayul, dogma, dan kebiasaan berpikir tanpa logika.
Dan di situlah Madilog lahir, bukan di ruang kuliah, bukan di perpustakaan megah, tapi di sebuah rumah sederhana dekat pabrik sepatu Kalibata, antara Juli 1942 hingga Maret 1943.
Delapan bulan, di tengah perang, di bawah pendudukan Jepang, Tan Malaka menulis dengan satu keyakinan, bangsa Indonesia harus merdeka, bukan hanya secara politik, tapi juga secara cara berpikir.
Apa Itu Madilog?
Nama Madilog berasal dari tiga kata, Materi, Dialektika, dan Logika. Tapi maknanya jauh lebih dalam dari sekadar akronim.