"Selama toko buku masih ada, selama itu pula pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu, pakaian dan makanan pun rela dikurangi."
Bagi Tan Malaka, pengetahuan adalah kebutuhan hidup yang tak kalah penting dari makan dan tidur.
Itulah mengapa Madilog bukan sekadar buku, ia adalah hasil pergulatan hidup seorang manusia yang menolak menyerah pada kebodohan.
Isi dan Arah Pemikiran Madilog
Bagi pembaca awam, Madilog memang terasa berat di awal. Tapi jika disederhanakan, pesan utamanya sebenarnya sangat membumi.
Tan Malaka ingin mengajak kita berpikir ilmiah tapi tetap manusiawi.
Ia tidak menolak agama, tapi menolak cara berpikir yang menjadikan kepercayaan sebagai alasan untuk berhenti mencari tahu.
Dalam Madilog, ia menjelaskan bahwa semua perubahan di dunia, dari musim, politik, hingga nasib bangsa, memiliki sebab dan akibat yang bisa dijelaskan.
Kalau masyarakat mau maju, mereka harus belajar menghubungkan sebab dan akibat secara logis, bukan menyalahkan takdir.
Dengan kata lain, Madilog adalah ajakan untuk menggunakan otak sebagai alat kemerdekaan.
Tan Malaka menulis,
"Kita tidak akan menjadi bangsa besar dengan kepala yang penuh kabut mistik."