Dan mungkin, itu yang paling kita butuhkan hari ini, keberanian untuk tidak asal percaya, tidak ikut arus, dan tidak berhenti berpikir.
Tan Malaka menulis Madilog bukan untuk para profesor, tapi untuk rakyat biasa.
Ia ingin tukang becak, petani, dan buruh punya keberanian untuk bertanya,
"Mengapa saya harus hidup begini? Mengapa dunia begini?"
Karena dari pertanyaan-pertanyaan kecil itulah lahir perubahan besar.
Dan ketika kita belajar berpikir seperti itu, barulah kita benar-benar merdeka, bukan hanya di atas kertas, tapi di dalam kepala.
Buku Madilog bukan sekadar karya filsafat.
Ia adalah manifesto intelektual bagi bangsa yang ingin bangun dari tidur panjangnya.
Ia mengajarkan bahwa berpikir adalah tindakan revolusioner, dan logika adalah senjata paling tajam dalam perjuangan melawan kebodohan.
Tan Malaka mungkin sudah tiada, tapi Madilog tetap hidup, di setiap orang yang berani berpikir, meragukan, dan mencari kebenaran.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI