Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Joget di Tengah Luka

8 September 2025   17:54 Diperbarui: 8 September 2025   15:06 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joget di Tengah Luka (kolase foto tribun)

Rakyat sedang berteriak karena harga sembako naik, anak muda bingung mencari kerja, dan para orang tua pusing membayar biaya sekolah. Sementara itu, di dalam ruangan megah ber-AC, para wakil rakyat kita asyik berjoget mengikuti irama musik.

Gambarannya absurd, kan? Tapi inilah potret yang benar-benar terjadi di DPR RI pada Agustus 2025. Video "joget DPR" langsung meledak di media sosial, menimbulkan gelombang kritik, dan menyeret nama-nama besar, Eko Patrio, Uya Kuya, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Adis Kadir, hingga Widya Pratiwi.

Namun, yang menarik bukan hanya soal jogetnya, melainkan nasib berbeda yang diterima para pelaku. Ada yang langsung dihukum, ada pula yang tetap aman-aman saja di kursinya. Dan di situlah nama Widya Pratiwi mencuat, bukan karena goyangannya, melainkan karena dianggap "kebal sanksi".

Kontroversi joget DPR bikin publik geram. Widya Pratiwi disebut kebal sanksi, PAN dituding tebang pilih, rakyat menuntut keadilan dan konsistensi. - Tiyarman Gulo

Fenomena Joget DPR

Semua bermula dari Sidang Tahunan 2025. Setelah upacara dan agenda formal selesai, diputarlah lagu-lagu pengiring untuk mencairkan suasana. Beberapa anggota dewan terlihat berdiri, bergoyang, bahkan merekam parodi.

Awalnya mungkin dianggap sepele. Toh, siapa sih yang tak ingin bergoyang kalau musik berdendang? Tapi ketika rekaman itu tersebar ke publik, ceritanya jadi berbeda. Kontras antara "rakyat susah" dan "wakilnya berjoget" menjadi bahan bakar kekecewaan.

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI pun angkat suara, aksi itu dinyatakan melanggar kode etik. Dari situ, partai-partai politik mulai bergerak menindak kadernya.

Sanksi yang Timpang

Partai NasDem langsung menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. PAN menyusul dengan menghukum Uya Kuya dan Eko Patrio.

Namun, publik mendapati ada satu nama yang tidak tersentuh, Widya Pratiwi, anggota DPR RI sekaligus Ketua DPW PAN Maluku. Padahal, videonya juga jelas terlihat ikut berjoget.

Inilah yang membuat kecurigaan menguat, apakah PAN sedang melakukan tebang pilih? Kenapa Eko dan Uya bisa dihukum, sementara Widya tetap aman?

Reaksi Publik dan PB Ampera Maluku

Kemarahan paling keras datang dari PB Ampera Maluku. Ketua Umumnya, Rumadhan Wahyu Pratama, menuding PAN tidak konsisten dan bahkan mempermalukan diri sendiri.

"Kalau Eko dan Uya bisa langsung dinonaktifkan, mengapa Widya kebal? Dugaan adanya perlakuan istimewa ini melukai rakyat Maluku," tegasnya.

Rumadhan menuntut lebih dari sekadar penonaktifan. Menurutnya, Widya harus dicopot dari jabatan Ketua DPW PAN Maluku. Alasannya sederhana, seorang pemimpin partai di daerah tidak seharusnya menimbulkan kontroversi yang mencoreng nama partai.

Bahkan, PB Ampera Maluku mengancam akan melakukan aksi besar-besaran di kantor DPW PAN Maluku jika DPP PAN tetap bungkam.

PAN di Persimpangan Jalan

Kasus ini menempatkan PAN di posisi sulit. Jika partai hanya menindak kader tertentu, sementara membiarkan yang dekat dengan elite tetap aman, maka label partai oportunis akan semakin melekat.

Sebaliknya, jika PAN berani menindak tegas semua kader tanpa pandang bulu, mereka bisa membuktikan diri sebagai partai yang konsisten.

Pilihan ini bukan hanya soal menjaga citra partai, tapi juga soal menjaga kepercayaan rakyat, khususnya di Maluku.

Siapa Sebenarnya Widya Pratiwi?

Nama Widya Pratiwi mungkin tidak sepopuler Eko Patrio atau Uya Kuya di panggung nasional. Namun di Maluku, ia adalah figur yang cukup berpengaruh.

  • Lahir pada 28 April 1970.
  • Istri dari Murad Ismail, Gubernur Maluku periode 2019--2024.
  • Pernah menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Maluku.
  • Saat ini menjabat sebagai Ketua DPW PAN Maluku.
  • Terpilih sebagai anggota DPR RI pada Pemilu 2024 dengan 163.315 suara.

Dari sisi pendidikan, Widya juga punya rekam jejak cukup beragam,

  • SDN 01 Klender, Jakarta
  • SMPN 194 Duren Sawit
  • SMAN 48 Pinang Ranti
  • Kuliah di Sastra Jepang Universitas Indonesia
  • Melanjutkan studi di Ilmu Komputer Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Dengan latar belakang itu, wajar jika posisinya di PAN cukup kuat. Apalagi, statusnya sebagai istri gubernur membuatnya punya basis politik yang solid.

Inilah yang membuat sebagian orang menduga bahwa kedekatan dengan elite adalah alasan Widya lolos dari sanksi.

Etika vs Hiburan

Sebenarnya, apa salahnya berjoget? Bukankah itu sekadar hiburan?

Pandangan ini memang ada, bahkan disuarakan oleh tokoh-tokoh seperti Ketua MPR RI Ahmad Muzani dan Wakil Ketua DPR Adis Kadir. Menurut mereka, joget itu bagian dari relaksasi, dilakukan di luar agenda formal, dan tidak perlu dibesar-besarkan.

Namun, di sisi lain, publik merasa bahwa ada waktu dan tempat untuk segala sesuatu. Ketika rakyat sedang dirundung masalah, aksi berjoget anggota DPR justru terlihat seperti kurang empati.

Di sinilah letak perbedaan persepsi. Bagi sebagian politisi, joget adalah hal kecil. Tapi bagi rakyat yang sedang menahan lapar, itu bisa menjadi simbol ketidakpedulian.

Dampak Jangka Panjang

Masalah ini mungkin akan mereda seiring waktu. Tapi luka yang ditinggalkan tidak kecil. Ada tiga dampak besar yang bisa kita cermati,

  1. Citra DPR semakin merosot.
    Rakyat makin yakin bahwa wakilnya lebih sibuk bergoyang daripada bekerja.
  2. PAN terancam kehilangan muka di Maluku.
    Jika Widya tidak ditindak, PAN bisa dianggap tidak adil dan oportunis.
  3. Kepercayaan publik makin tipis.
    Setiap kali ada kontroversi, yang terkikis bukan hanya reputasi individu, tapi juga institusi secara keseluruhan.

Saatnya Standar Baru

Kasus joget ini seolah menjadi pengingat keras, politik bukan hanya soal kursi, tapi juga soal moral dan empati.

Widya Pratiwi mungkin bukan satu-satunya politisi yang terjerat kontroversi, tapi nasibnya yang berbeda dari kolega lain membuat publik bertanya, apakah hukum di partai dan DPR berlaku sama untuk semua, atau hanya untuk yang lemah?

Pada akhirnya, kita sebagai rakyat berhak menuntut standar baru dari wakil kita. Tidak perlu mereka jadi malaikat. Cukup jadi manusia yang tahu waktu, tahu tempat, dan tahu bagaimana menjaga marwah rakyat yang mereka wakili.

Karena kalau tidak, gedung DPR hanya akan jadi panggung hiburan, bukan rumah aspirasi bangsa.(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun