Namun, di sisi lain, publik merasa bahwa ada waktu dan tempat untuk segala sesuatu. Ketika rakyat sedang dirundung masalah, aksi berjoget anggota DPR justru terlihat seperti kurang empati.
Di sinilah letak perbedaan persepsi. Bagi sebagian politisi, joget adalah hal kecil. Tapi bagi rakyat yang sedang menahan lapar, itu bisa menjadi simbol ketidakpedulian.
Dampak Jangka Panjang
Masalah ini mungkin akan mereda seiring waktu. Tapi luka yang ditinggalkan tidak kecil. Ada tiga dampak besar yang bisa kita cermati,
- Citra DPR semakin merosot.
Rakyat makin yakin bahwa wakilnya lebih sibuk bergoyang daripada bekerja. - PAN terancam kehilangan muka di Maluku.
Jika Widya tidak ditindak, PAN bisa dianggap tidak adil dan oportunis. - Kepercayaan publik makin tipis.
Setiap kali ada kontroversi, yang terkikis bukan hanya reputasi individu, tapi juga institusi secara keseluruhan.
Saatnya Standar Baru
Kasus joget ini seolah menjadi pengingat keras, politik bukan hanya soal kursi, tapi juga soal moral dan empati.
Widya Pratiwi mungkin bukan satu-satunya politisi yang terjerat kontroversi, tapi nasibnya yang berbeda dari kolega lain membuat publik bertanya, apakah hukum di partai dan DPR berlaku sama untuk semua, atau hanya untuk yang lemah?
Pada akhirnya, kita sebagai rakyat berhak menuntut standar baru dari wakil kita. Tidak perlu mereka jadi malaikat. Cukup jadi manusia yang tahu waktu, tahu tempat, dan tahu bagaimana menjaga marwah rakyat yang mereka wakili.
Karena kalau tidak, gedung DPR hanya akan jadi panggung hiburan, bukan rumah aspirasi bangsa.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI