Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Polisi Tembakkan Gas Air Mata di Unisba, Kampus Tak Lagi Jadi Ruang Aman

2 September 2025   16:36 Diperbarui: 2 September 2025   13:48 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto Copyright (c) 2016 TEMPO.CO 

Di Indonesia, gas air mata sudah lama jadi senjata andalan aparat saat menghadapi demonstrasi. Namun, penggunaan di area kampus memunculkan pertanyaan serius, apakah pantas gas yang efeknya begitu menyiksa dipakai di ruang akademik yang seharusnya dilindungi?

Kampus, Ruang Aman yang Ternodai

Kampus bukan sekadar tempat belajar. Ia simbol kebebasan berpikir, ruang aman untuk berdebat, berbeda pendapat, bahkan mengkritik kekuasaan. Ketika aparat masuk dengan gas air mata, makna itu runtuh.

Mahasiswa yang selama ini berani turun ke jalan bisa saja kehilangan rasa aman untuk sekadar berkumpul di kampus. Bayangan malam penuh asap itu bisa menempel lama di ingatan mereka, ruang yang dulunya tempat berdiskusi, kini identik dengan rasa takut.

Sejarah Represi di Kampus Indonesia

Peristiwa di Unisba bukan yang pertama. Kita masih ingat tragedi 1998, ketika banyak kampus menjadi saksi represi aparat. Mahasiswa Trisakti ditembak, Universitas Indonesia dan ITB berkali-kali dikepung. Bahkan jauh sebelum itu, pada era Orde Baru, kampus sering dipantau ketat oleh intelijen.

Kampus yang seharusnya steril dari intimidasi politik justru berulang kali tercoreng oleh tindakan represif. Insiden di Unisba seakan mengingatkan kita bahwa sejarah kelam itu belum benar-benar pergi.

Aspek HAM dan Hukum

Secara hukum, kampus memiliki kekhususan. Undang-Undang Pendidikan Tinggi menegaskan bahwa perguruan tinggi adalah ruang akademik yang dijamin kebebasannya. Masuknya aparat tanpa koordinasi jelas bisa dianggap pelanggaran.

Dari sisi HAM, penggunaan gas air mata di ruang tertutup atau area pemukiman dikecam banyak lembaga internasional. Amnesty International berkali-kali menegaskan bahwa gas air mata bisa membahayakan jiwa jika digunakan sembarangan. Apalagi ketika digunakan terhadap mahasiswa yang tidak sedang melakukan perlawanan aktif.

Dampak Psikologis dan Sosial

Luka akibat gas air mata bukan hanya fisik. Mahasiswa bisa mengalami trauma mendalam. Bayangkan, setiap kali mendengar suara sirene, mereka mungkin kembali teringat malam itu. Ruang diskusi bisa berubah jadi ruang ketakutan.

Bagi masyarakat sipil, insiden ini menimbulkan rasa tidak percaya pada aparat. Bagaimana bisa, aparat yang seharusnya melindungi justru menembakkan gas ke arah anak-anak bangsa?

Resonansi Publik

Sejak kabar ini tersebar lewat media sosial Suara Mahasiswa Unisba, publik ramai membicarakannya. Video amatir yang beredar memicu kemarahan netizen. Banyak yang menilai tindakan aparat berlebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun