Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Barak Militer untuk Siswa "Nakal", Solusi atau Simptom Pendekatan Gagal?

1 Mei 2025   22:58 Diperbarui: 1 Mei 2025   22:06 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Barak Militer untuk Siswa "Nakal", Solusi atau Simptom Pendekatan Gagal? | Dokpri

Pendidikan - Bulan Mei 2025 akan menjadi saksi peluncuran program pembinaan siswa bermasalah di barak militer, yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan bahwa ini adalah bagian dari upaya pembentukan karakter, bukan pelatihan militer. Namun, kebijakan ini sontak menuai kontroversi. Banyak pihak, mulai dari DPR RI hingga sesama kepala daerah, mempertanyakan efektivitas dan etika dari program ini. Apakah pendekatan semi-militer cocok untuk dunia pendidikan? Atau justru berpotensi melanggar hak-hak anak?

Program barak militer untuk siswa bermasalah di Jawa Barat mendapat kritik. Pendekatan holistik lebih disarankan untuk pendidikan karakter yang efektif. - Tiyarman Gulo

Apa Itu Program Barak Militer untuk Siswa?

Program ini ditujukan untuk menangani siswa yang dikategorikan sebagai bermasalah, misalnya, sering membolos, membangkang, atau terlibat dalam perundungan. Para siswa tersebut akan ditempatkan di barak militer untuk menjalani pembinaan karakter, mental, dan fisik. Meskipun tetap mendapat pelajaran dari guru sekolah asal yang datang ke barak, kehidupan mereka selama program ini akan diwarnai jadwal ketat ala militer.

Tujuan Mulia di Balik Program

Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program ini bukan untuk menakut-nakuti atau menghukum, melainkan membentuk kepribadian siswa agar lebih disiplin, bertanggung jawab, dan bugar secara fisik dan mental. Menurutnya, pendekatan konvensional sudah tidak cukup untuk menanggulangi perilaku menyimpang di kalangan pelajar.

Sebagian pihak mendukung gagasan ini. Mereka beranggapan bahwa generasi muda saat ini mengalami krisis disiplin dan semangat belajar, sehingga perlu "digembleng" agar tidak tumbuh menjadi generasi yang lemah mental.

Kritik Keras dari Berbagai Kalangan

Namun, banyak pihak yang justru merasa khawatir. Salah satunya adalah anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana. Ia menyatakan bahwa pendekatan militeristik bukan solusi yang tepat. Menurutnya, setiap siswa memiliki latar belakang unik yang tidak bisa disamaratakan dengan pola didik keras.

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, juga mengkritik kebijakan ini. Ia menekankan pentingnya mengikuti aturan hukum yang berlaku. Dalam pandangannya, membentuk kebijakan baru tanpa merujuk pada peraturan nasional bisa menimbulkan pelanggaran hak anak dan berujung pada kriminalisasi pelajar.

Psikologi Pendidikan

Dalam pendekatan psikologi pendidikan modern, siswa yang menunjukkan perilaku menyimpang dianggap sedang mengalami masalah internal atau eksternal yang butuh pemahaman, bukan hukuman. Mereka mungkin mengalami kekerasan di rumah, tekanan ekonomi, atau krisis identitas.

Jika ditangani dengan cara yang keras, anak justru bisa mengalami trauma tambahan, kehilangan rasa aman, dan bahkan menyimpan dendam terhadap institusi pendidikan. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip pendidikan yang menempatkan anak sebagai subjek pembelajaran.

Risiko Pendekatan Militeristik

Beberapa kritik mengenai mengirim anak ke barak militer, justru bisa berdampak negatif, apalagi jika tidak diiringi asesmen psikologis yang mendalam. Beberapa risiko yang mungkin muncul antara lain,

  • Trauma psikologis, anak merasa ditolak oleh sekolah dan keluarga.
  • Stigma sosial, setelah kembali dari barak, siswa mungkin dijauhi teman-teman.
  • Efek jangka panjang, anak bisa tumbuh dengan pandangan bahwa kekerasan adalah cara menyelesaikan konflik.

Selain itu, pendekatan ini juga berpotensi mengaburkan batas antara pendidikan dan militerisasi, yang berbahaya jika diterapkan secara luas.

Pendekatan Holistik dan Humanis

Sebagai alternatif, banyak pakar pendidikan menyarankan pendekatan holistik. Ini artinya, penanganan siswa bermasalah harus melibatkan seluruh aspek kehidupan mereka, psikologis, sosial, keluarga, dan akademik. Beberapa pendekatan yang disarankan antara lain,

  • Konseling individual dan kelompok.
  • Mentoring oleh guru atau alumni.
  • Program pengembangan karakter berbasis proyek sosial.
  • Keterlibatan aktif orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun