Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Jemari

6 Januari 2021   12:09 Diperbarui: 6 Januari 2021   13:15 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rambut Kakak bagus, boleh aku menyentuhnya?

Rena berkaca-kaca, ia tidak menyangka sama sekali ternyata laki-laki sehat itu sama saja
seperti dirinya. Setelah kantung darahnya terpasang, Rena meminta. 

"Sus, boleh saya duduk di depan jendela itu?"

Ruangan Rena memiliki sebuah jendela kaca besar. Karena tidak sembarang orang dapat
memasuki ruangannya, setiap saat teman-teman dan keluarga yang hendak membesuk biasanya hanya diizinkan menengok dari jendela besar itu. Jendela itu pun berhadapan langsung dengan jendela ruangan di seberangnya; ruangan lelaki yang disebut oleh perawat beranama Stevan Wijaya. Rena ingin memastikan apakah benar lelaki di dalam sana merupakan lelaki yang sama dengan yang ia temui di rumah sakit sebelumnya.

Tangis pecah; kita tahu jawabannya. Lelaki itu tampak lemah tersandar pada tempat tidur.
Rena melambaikan tangannya. Ivan seperti mendapat kekuatan baru begitu menyadari seseorang yang berada di jendela itu adalah Rena. Ivan membalas lambaian tangan Rena dan menunjukkan kelincinya; kelinci Rena yang masih ia simpan bahkan dibawanya ke mana-mana.

"Kakak harus kuat!" ucap Rena sembari mengisyaratkan dengan jemarinya.

Setiap hari mereka bertemu di hadapan masing-masing jendela, mereka berkomunikasi dari kejauhan dengan gerakan tangan, saling memberikan semangat untuk bertahan hidup lebih lama. Hingga suatu hari, Ivan kehilangan kemampuannya menggerakkan tangan, hal perih itu
sungguh memukul Rena. Kondisi Rena turut menurun, akan tetapi dengan setia Rena selalu
meminta didudukkan di atas kursi roda di hadapan jendela. Setiap harinya ia ingin melihat kondisi Ivan sekalipun dirinya sendiri sedang berada di ambang kematian.

"Dokter, jika bertemu Kak Ivan, tolong berikan ini. Boleh?" Rena menyerahkan boneka
sepasang kelinci yang tengah berpelukan.
Setelahnya, Rena tidak pernah terlihat lagi dari kaca jendela. Ivan mencarinya, menantinya. Selama berhari-hari ruangan itu tampak gelap. Gelapnya ruangan Rena memberi suasana ruang yang sama gelapnya di hati Ivan.

"Selamat pagi, Ivan. Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya dokter.

"Lebih baik, Dok. Tangan saya bisa digerakkan lagi. Dokter, boleh saya tanya sesuatu?"

sang dokter yang mulai merasa khawatir menarik napas, "Mau tanya apa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun