Mohon tunggu...
Theresia Martini
Theresia Martini Mohon Tunggu... Pencinta Keheningan

Menulis adalah tantangan jiwa, mengalahkan diri, sejauh kaki terus melangkah ke depan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Nyanyian Buruh di Bawah Langit Monas

1 Mei 2025   21:26 Diperbarui: 1 Mei 2025   21:26 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Peringatan Hari Buruh 2025 (Sumber: Dokpri)

Puisi: Nyanyian Buruh di Bawah Langit Monas

Di bawah langit kelabu Monas muram,
menderap langkah kaki, menyatu dalam gelombang,
bukan sekadar pesta orasi, namun jerit luka meradang
rupiah jatuh, harapan kian meruntuh,
langkah kaki pun tak akan pernah surut

Kini pabrik membisu, sunyi tak ada lagi suara
mesin enggan bernyanyi, tak menghibur hati berdetak,
produksi garmen dan sepatu bukan lagi harapan,
hanya sisa tetesan peluh pada benang getirnya kehidupan
berharap PHK bukan menjadi sarapan pagi bagi kami

Penguasa datang, menghadirkan janji
tersenyum menatap wajah lelah memikul beban sehari
menanti janji menjadi bukti
bergema bagai lolong malam di lorong gelap negeri
satu kilo beras tak lagi mampu di bawa pulang

Masa depan anak mereka dipertanyakan
menggantung bagai mimpi tanpa tali tak pasti
sekolah tak lagi menjadi jendela harap
tertutup tangis ibu pertiwi tak terdengar
menyaksikan pabrik menyisakan lara

Kami yang kini di jalanan,
bendera tetap kami jaga dan akan terus berkibar
menyuarakan: "Upah layak, lindungi kami"
tak lagi peduli geramnya dunia menggertak,
kami buruh Indonesia tak akan menyerah

Baca juga: Perpisahan dan Wisuda Sekolah: Bukan Sekadar Gaun dan Panggung Mewah

@senimelipatluka, 1 Mei 2025

Tulisan ke-27 Tahun 2025
#Puisi ke 20 Tahun 2025
#Artikel ke-7 Tahun 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun