"Baiklah. Sekarang Anda sendiri. Saya benci mengatakan ini, tapi apa yang bisa membersihkan nama bapak dari tuduhan pembunuhan? Maksud saya, apakah bapak memiliki alibi?"
Orang itu mengernyit dan terlihat bingung, lalu ketakutan setelah pertanyaan itu, maka kusimpulkan bahwa aku telah salah merangkai kata. Kuulangi lagi dengan bahasa yang lebih sopan sehingga ia mengerti. Ini jawabannya.
"Sedari siang Pak Somini ada di rumah saya untuk membantu membetulkan soket listrik yang korslet. Bapak bisa bertanya kepadanya."
Aku mengangguk -- angguk. Baiklah, nampaknya tidak ada yang mencurigakan dari orang ini. Ia kupersilakan keluar, namun aku memintanya untuk jangan pergi dulu dari lingkungan villa. Kemudian Johnson masuk. Ia terlalu tertarik dengan kelinci pembunuh sehingga ia mengikuti anggota polisi yang memeriksa kelinci sadis itu, juga mengabaikan ajakanku mewawancarai Dudi. Melihatnya menyeringai, aku yakin bahwa ia membawa kabar sensasional.
"Ada luka tusuk, beberapa buah, di badan kelinci itu, Kilesa. Kau tahu apa artinya itu, sobat? Kelinci itu bertarung! Kelinci itu seekor gladiator. Ia tahu hidupnya terancam, sehingga memungut pisau lalu menusuk penyerangnya. Dalam hal ini Roger Yamin. Kau ingat apa profesi Roger? Peternak kelinci! Ia pasti tahu bahwa kelinci itu bukan kelinci biasa. Kelinci gladiator!"
Aku membuang napas dalam -- dalam. Di jagat raya mana pun, di akhirat mana pun, tidak mungkin seekor kelinci dapat membunuh seorang manusia. Namun aku membiarkannya larut dalam khayalan. Mungkin ia bosan dengan kasus pembunuhan biasa. Setelahnya, ia juga memberikan informasi baru.
"Tadi anggota tim pengawasan juga memberitahukan bahwa anak laki -- laki Roger Yamin dan iparnya akan datang ke sini untuk melihat dan memastikan tubuh korban. Mereka akan tiba sebentar lagi. Mungkin kau mau sekalian investigasi."
Ah, kebetulan yang bagus. "Tentu saja, John."
***
Andrileka, anak dari Roger Yamin menangis ketika memastikan ayahnya sudah tidak bernyawa. Ia memeluk pamannya yang bernama Yunus, juga menitikkan air mata. Jika ini hanya sebuah drama yang dibuat -- buat, aku akan memberikan nilai sempurna. Ekspresi mereka terlihat nyata. Namun, aku sebagai anggota polisi harus menjunjung hukum. Walau terlihat pahit, aku meminta mereka untuk diwawancarai. Mereka menyanggupi.
Investigasi dilakukan terpisah. Yang pertama adalah Andrileka. Air mata masih mengalir ketika ia duduk di depanku, sehingga aku memberinya waktu untuk menenangkan diri. Setelahnya, aku bertanya, langsung ke masalah yang mengganjal.