PDKT zaman sekarang itu ibarat main UNO. Niat awalnya buat seru-seruan, tapi ujung-ujungnya bisa bikin emosi dan tersinggung.Â
Kadang, ada yang sudah invest waktu, energi, dan perasaan, tapi ending-nya bukan "jadi pacar", melainkan "Jadi temen aja, ya."
Makanya, kalau Anda pernah PDKT dan berani lanjut menjalani hubungan serius, yap selamat! Itu adalah anugerah.Â
Sebab yang terjadi di akhir-akhir sekarang, banyak yang sekarang justru nyaman berada dalam status abu-abu yang yang disebut HTS alias Hubungan Tanpa Status.
Dulu, PDKT itu semacam tahapan yang jelas. Pendekatan untuk saling kenal, saling cocok-cocokan, lalu kalau klik, lanjut jadi pacar.Â
Namun sekarang? Banyak yang PDKT hanya untuk tahu rasa, bukan untuk sampai ke jenjang yang jelas. Bukan karena jahat, tapi karena memang orientasi dan tujuannya sudah berbeda.
Ketika PDKT Tidak Lagi Untuk Mencari Pasangan
Tak luput bahwa fenomena HTS ini semakin sering kita temui. Dua orang saling dekat, saling chatting intens tiap hari, ditambah dengan serinh jalan bareng dan saling tahu kebiasaan masing-masing.Â
Tapi kalau ditanya, "Hubungan kalian ini sebenarnya apa?" Jawabannya bisa semudah, "Nggak usah dibikin ribet, kami cuman berteman."
Lucunya, HTS bisa berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Tapi tetap saja, ketika ada satu pihak yang mulai menagih kejelasan, hubungan itu mendadak terasa rumit.
Ada yang HTS karena trauma masa lalu. Ada yang memang takut komitmen. Ada pula yang cuma ingin cari teman dekat, tanpa harus mengubah status media sosial.
"Takut diatur-atur" jadi salah satu alasan populer. Bagi sebagian orang, status pacaran diasosiasikan dengan batasan dan tanggung jawab emosional yang mereka belum siap tanggung.
Padahal, komunikasi yang sehat bukan tentang mengatur, tapi memahami dan menyepakati arah hubungan.
Dan yang lebih menyedihkan banyak yang akhirnya memendam kecewa karena merasa dituntun dalam hubungan tanpa peta. Dikiranya akan ke tujuan serius, ternyata cuma diajak muter-muter di tempat.
Komitmen Itu Masih Bernilai, Kalau Kamu Siap
Di tengah budaya PDKT dan "no label relationship", PDKT yang berujung pada pacaran terasa seperti barang langka.Â
Bukan karena pacaran itu wajib, tapi karena keterbukaan dan komitmen menjadi hal yang makin mahal harganya.
Padahal jika menghargai lawan jenis, justru kejelasan adalah bentuk penghargaan terhadap waktu dan perasaan.Â
Memang, nggak semua PDKT harus berujung pacaran. Tapi kalau dari awal tidak ada niat ke sana, kenapa harus sedekat itu?
Hubungan yang jelas bisa membuat kita tumbuh. Kita tahu harus ke mana, apa yang harus diperjuangkan, dan kapan saatnya berhenti jika memang tidak lagi sejalan. Bukan cuma nyaman, tapi juga aman secara emosional.
Kalau Anda pernah ada di hubungan yang jelas, penuh komitmen, dan bukan sekadar saling simboiosis parasitisme itu privilege. Sebab nggak semua orang bisa merasakannya itu hari ini.
Nggak Semua Butuh Status, Tapi Semua Butuh Kejelasan
Kita bebas memilih gaya hubungan. Mau pacaran, HTS, FWB, atau jalan masing-masing. Namun satu hal yang perlu diingat bahwa jangan membohongi perasaan sendiri dan jangan mempermainkan perasaan orang lain.
PDKT bukan ajang coba-coba tanpa arah. Kalau niatmu baik, tunjukkan. Kalau belum siap, jujurlah. Sebab kejelasan, meski kadang menyakitkan, tetap lebih baik daripada kenyamanan palsu yang menggantung.
Kalau Anda sedang menjalani proses pendekatan, jangan takut untuk serius. Kalau kamu sudah berhasil melewati masa PDKT dan masuk ke hubungan yang saling berkomitmen, selamat! Itu bukanlah hal kecil.
Sebab yang beneran sayang, pasti nggak akan bikin kamu ngeraba-raba status.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI