Kreuzberg - Berlin 1979
Saya masih berdiri di dalam U-Bahn Linie 1 yang baru saja meninggalkan stasiun Gleisdreieck menuju Endstation Schlesisches Tor. Di luar, hujan rintik-rintik membasahi jendela kereta yang penuh bercak kotoran. Musim dingin kali ini terasa tanggung; salju hanya turun tipis, bercampur dengan hujan gerimis yang dingin dan lembab. Udara pengap di dalam gerbong terasa berat, bercampur bau pakaian basah dan parfum murahan. Beberapa penumpang terlihat lelah, sebagian sibuk menunduk, tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Di sudut gerbong, seorang pria tua batuk-batuk keras sambil sesekali mengusap hidungnya dengan tisu yang sudah lecek.
Saya menarik napas panjang dan menyandarkan kepala ke jendela yang berembun. Dingin merayap dari kaca ke pipi saya. Pikiran saya melayang, membayangkan studio, perpustakaan, dan bengkel-bengkel di kampus yang menanti. Dan lebih dari itu, memikirkan sisa tabungan yang kian menipis.
Saat U-Bahn berhenti di Kottbuser Tor, saya turun. Trotoar basah, genangan air bercampur salju kotor memantulkan lampu-lampu jalan yang suram. Saya menarik kerah jaket lebih rapat ke leher, lalu melangkah cepat menyusuri Muskauerstrasse.
Di pertengahan jalan, saya melihat seorang pria berwajah ramah berjalan dari Eisenbahnstrasse, belok ke Muskauerstrasse.
"Halo!" sapanya dengan senyum lebar.
"Halo," balas saya, agak terkejut.
"Kamu mahasiswa ya?" tanyanya sambil menunjuk ke tas yang saya tenteng.
"Iya, aku kuliah di HdK," jawab saya. "Kamu tinggal di sekitar sini?"
"Ja! Ich Hasan, aus Turkei" katanya sambil mengulurkan tangan.