Mohon tunggu...
Teguh H Nugroho
Teguh H Nugroho Mohon Tunggu... Procurement - GA

Aku mencoba merangkai setiap isi hatiku dalam kata, hanya untuk kamu — satu-satunya alasan mengapa aku masih percaya pada cinta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tak Mampu Melupakan Bali

8 September 2025   01:26 Diperbarui: 8 September 2025   01:26 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gokil ya, bagaimana sebuah perhatian dan kasih sayang bisa membutakan saya. Baru kali ini saya merasakan benar-benar dicintai oleh seorang wanita dengan begitu tulus. Bukan cinta yang penuh syarat, bukan juga cinta yang menuntut balasan. Dia mencintai saya apa adanya, dengan segala kekurangan, kerentanan, dan sisi rapuh yang saya miliki. Rasanya seperti keajaiban, karena selama ini saya hanya mengenal cinta dari jarak aman---sekadar angan-angan, atau sekadar menyentuh permukaan. Tapi di Bali, semua itu menjadi nyata. Benar benar kenyataan.

Pulau Bali menjadi latar segala cerita indah dan pahit itu. Pulau ini tidak hanya saya kenal lewat brosur wisata atau berita televisi, melainkan lewat denyut nadi kehidupan yang saya jalani di sana. Ia menjadi saksi dari pencapaian besar saya, juga menjadi tempat saya belajar arti dari sebuah kehilangan. Bali adalah panggung, dan saya adalah aktor yang memainkan peran cinta, kerja, luka, dan doa di dalamnya.

Sejak SMA, saya selalu bermimpi bisa menjejakkan kaki di Bali. Entah kenapa, ada magnet tersendiri yang membuat saya yakin suatu hari saya akan sampai di sana. Dan ketika akhirnya mimpi itu terwujud, saya tidak hanya sekadar singgah, melainkan benar-benar membangun kehidupan di sana. Saya bekerja, meraih prestasi di atas rata-rata, membuktikan diri bahwa impian masa muda saya bukan sekadar angan. Bali memberikan saya ruang untuk berkembang, sekaligus menguji batas diri saya.

Namun di balik keberhasilan itu, ada cerita yang lebih dalam. Karena bukan hanya karier yang saya temukan di sana, melainkan juga cinta yang begitu nyata. Kehadirannya seperti penawar di tengah letihnya perjuangan. Dia bukan sekadar teman berbagi tawa, tetapi juga bahu untuk bersandar ketika hati terasa berat. Di Bali, saya menemukan cinta kasih di dalam diri seseorang. Cinta kasih yang hangat, sederhana, tapi membuat saya merasa selalu aman.

Ada masa-masa ketika saya merasa dunia tidak adil. Rekan kerja yang tega bersikap semena-mena, situasi kantor yang membuat hati sering tercabik, dan rasa kecewa yang sulit diungkapkan. Namun anehnya, ketidakadilan itu tidak pernah benar-benar melumpuhkan saya. Karena setiap kali saya pulang dengan hati yang penuh luka, dia ada di sana untuk menenangkan. Kata-katanya sederhana, tapi mampu meruntuhkan dinding amarah saya. Senyumnya membuat hati saya kembali hidup, seakan dunia tidak lagi seburuk yang saya bayangkan.

Di luar hiruk-pikuk kantor, saya menemukan terapi jiwa di Bali. Ada kebiasaan yang hingga kini tetap saya rindukan: jogging di Sanur, menyusuri jalan pinggir pantai dengan angin laut yang menampar wajah. Saat berlari kecil, beban pikiran ikut terurai. Mata saya menatap laut lepas, hati saya perlahan mereda. Di sana saya belajar bahwa kebahagiaan sering kali hadir dalam bentuk sederhana.

Kenangan paling kuat yang sulit saya lupakan adalah saat kami menembus badai di Tol Bali Mandara. Hujan deras mengguyur tanpa ampun, angin kencang menghantam tubuh, dan jalan licin membuat motor bergoyang. Tubuh kami basah kuyup, dingin menusuk, tapi justru saat itu saya merasakan hangatnya kebersamaan. Pelukan eratnya di belakang punggung saya bukan hanya soal keseimbangan, melainkan bukti bahwa kami menghadapi semua itu bersama.

Perjalanan itu bukan sekadar melintasi jalan tol panjang yang terbentang di tengah laut. Itu adalah perjalanan batin yang mengajarkan arti bertahan. Kami bisa saja berhenti, menyerah pada derasnya hujan, tapi kami memilih melaju. Begitulah cinta, bukan tentang kemudahan, melainkan keberanian berjalan bersama di tengah badai.

Bali juga menyimpan momen tak terduga yang kini terasa lucu bila diingat. Seperti saat banjir merendam kawasan Kartika Plaza. Kami yang sedang motoran terjebak di tengah genangan air. Alih-alih mengeluh, kami justru tertawa, menyusuri jalan yang tergenang seakan itu adalah arena bermain. Di tengah air yang kotor dan dingin, ada tawa yang begitu hangat, menghapus lelah dan membuat hati terasa ringan.

Tapi ada kalanya, Bali juga membuat saya menangis tanpa sebab. Pernah suatu malam, ketika saya sedang menonton televisi, tiba-tiba layar menampilkan penjor besar khas Bali, dengan orang-orang memakai udeng. Hati saya langsung terenyuh, air mata mengalir begitu saja. Rasanya seperti pulau itu memanggil, membawa kembali kenangan yang tak pernah saya tutup rapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun