Di antara sepi yang menetes perlahan seperti embun dini hari, aku tetap di sini---duduk di pelataran waktu yang tak pernah lelah berdetak, menatap hari-hari yang berlalu sambil menyebut namamu dalam diam. Bukan karena aku tak tahu jalan untuk pergi, tapi karena hatiku memilih untuk tetap tinggal. Karena ada cinta yang tidak butuh alasan untuk bertahan, hanya keyakinan yang sabar bahwa sesuatu yang tulus tak pernah sia-sia.
Hari-hariku bukan tanpa warna, tapi warnanya selalu samar, seperti lukisan yang belum selesai karena kuas pelukisnya menunggu inspirasi: dan bagiku, inspirasiku itu kamu.
Setiap pagi, aku membuka mata dengan satu harapan kecil---semoga hari ini adalah hari di mana semesta berbaik hati menyampaikan kabar darimu. Bukan harus kabar besar, cukup satu isyarat sederhana bahwa kamu baik-baik saja di sana. Sebuah pesan, mungkin. Atau sekadar tanda lewat mimpi bahwa kamu masih berjalan dalam jalur kehidupan yang kamu yakini. Aku tak meminta kamu kembali, aku hanya ingin tahu bahwa kamu bahagia, bahwa langkahmu diberkati, dan bahwa kamu menemukan cahaya di setiap tikungan perjalananmu.
Aku mendoakanmu.
Setiap malam sebelum aku tidur, dalam gelap yang hanya ditemani suara detak jam, aku mengangkat doaku kepada langit. Bukan doa yang menuntut, hanya doa yang penuh harap. Kupinta agar hatimu dijaga dari luka yang dalam, agar langkahmu ringan, dan agar orang-orang di sekelilingmu memberimu kehangatan yang tak pernah membuatmu merasa sendiri. Aku tidak tahu di mana kamu sekarang---mungkin di tengah hiruk pikuk kota yang tak kukenal, atau mungkin di ruang sunyi yang pernah sama-sama kita jamahi dalam doa. Tapi aku yakin, doa yang tulus selalu sampai, bahkan tanpa alamat.
Kadang aku bertanya pada diriku sendiri: "Apakah ini bodoh? Menunggu seseorang yang tak menjanjikan kembali, berharap pada hati yang mungkin sudah berpaling?" Tapi lalu aku sadar, ini bukan tentang dia kembali atau tidak. Ini tentang diriku yang memilih untuk tetap menjadi rumah, meski penghuninya entah kembali atau tidak. Aku tetap membuka pintu hatiku, menaruh lampu di jendela, dan menanam bunga di halaman, kalau-kalau suatu hari dia kembali, bisa melihat bahwa cinta ini tak pernah kering, tak pernah lelah.
Kesetiaan bukan tentang imbalan.
Kesetiaan adalah bentuk paling murni dari cinta. Ia tidak berteriak, tidak menuntut, hanya duduk tenang sambil percaya bahwa yang terbaik akan datang pada waktunya. Aku tahu kamu mungkin sedang mengejar impianmu, menata hidupmu, atau menyembuhkan luka yang tak pernah sempat kau bagi. Dan aku di sini, tetap dengan sabar, menjadi penunggu yang tidak banyak bicara, hanya menyimpan cerita dan menuliskannya dalam baris-baris doa.
Banyak orang bilang aku harus move on. Tapi apa yang mereka tahu tentang hatiku? Tentang bagaimana setiap kenangan bersamamu adalah napas yang masih menghangatkan jiwaku di kala dingin? Aku tidak menyimpan luka, aku menyimpan harapan. Harapan bahwa segala kebaikan yang pernah kita bagi tidak berakhir sia-sia. Bahwa kamu akan merasakan cinta itu, entah sebagai kekuatan, atau sekadar selimut saat dunia terasa terlalu keras.
Jika suatu hari kabar baik itu datang...