Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Uwak Rosi dan Statin di Antara Gemerlap Idul Adha

6 Juni 2025   19:51 Diperbarui: 6 Juni 2025   19:51 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Uwak Rosi (Sumber: Leonardo)

Ia menatap grafik buatannya sendiri. Garis merah kolesterol seperti naga meliuk, menari liar tanpa bisa dijinakkan. Padahal, ia sudah menulis semua dengan spidol warna-warni, mencoba meniru grafik WHO yang pernah ia lihat di televisi. Tapi data tak mau tunduk.

Yang lebih menyakitkan, kemarin Ujang—tetangganya yang kolesterolnya selalu stabil walau makan gorengan lima kali sehari—menyindir pelan saat bertemu di warung.

"Kolesterol itu bukan soal apa yang dimakan, Wak, tapi siapa yang makan. Kalau tubuhnya niat jahat, apa pun yang dimakan bisa jadi musuh." Sindir Ujang.

Ucapan itu menusuk. Rasanya seperti menemukan bahwa sistem pertahanan negara bisa jebol hanya karena satu oknum penjaga pintu yang sedang main Mobile Legend di HP.

Di siang yang panas dan lengket itu, Uwak Rosi akhirnya memutuskan untuk menepi dari kalkulasi. Ia menatap sepiring sate kambing sisa acara kemarin yang sudah dipanaskan ulang dua kali. Ia menyendok kuah sambal kecap yang agak mengental dan duduk dengan perasaan pasrah.

"Mungkin aku harus bicara dengan tubuhku langsung," ujarnya pelan. "Bikin perjanjian damai. Aku akan makan lebih pelan, lebih tenang, dan tubuh harus berhenti meledak-ledak kalau ada lemak sedikit lewat."

Tapi tubuh tak menjawab. Yang menjawab adalah kentut kecil yang lolos dari pantat tanpa aba-aba. Kucing kurus di halaman menoleh dengan jijik dan pergi.

Setelah makan, ia duduk di dapur dan menatap obat statinnya dengan perasaan campur aduk. Bukan takut, bukan yakin, tapi... ya, seperti rasa setelah nonton film yang ending-nya menggantung. Tidak puas, tapi tidak bisa marah.

Ia memutar-mutar botol kecil itu dan berkata pelan, "Kau, ya. Kecil, tapi bikin hidupku jadi teka-teki silang. Minumnya harus kapan, pas puncak kolesterol. Tapi kapan puncak itu datang? Tidak ada sirine. Tidak ada countdown."

Lalu ia tersenyum. Sebuah senyum yang lebih mirip kekalahan kecil tapi elegan. Seperti pemain catur yang tahu bidaknya habis tapi masih sok tenang demi gengsi.

Petang itu, ia menulis di buku catatannya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun