Mohon tunggu...
Taufiq A. Gani
Taufiq A. Gani Mohon Tunggu... ASN di Perpusnas, Peneliti di Indonesia Digital And Cyber Institute (IDCI)

Pembelajar dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menjaga Keseimbangan Keamanan dan Pertahanan Siber

1 September 2025   07:55 Diperbarui: 1 September 2025   07:53 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ancaman siber terhadap Indonesia semakin serius. RUU KKS harus hadir sebagai payung hukum yang menyeimbangkan keamanan dan pertahanan siber agar koordinasi nasional lebih jelas (Sumber: Freepik AI Generated)

Keamanan dan pertahanan siber merupakan aspek penting yang perlu menjadi perhatian bangsa Indonesia. Hal ini penting karena ancaman siber terhadap Indonesia terlihat semakin meningkat pesat. 

Serangan yang dulu tampak kriminal kini berubah menjadi ancaman terstruktur, bahkan melibatkan aktor negara. Pada 2023, Bank Syariah Indonesia lumpuh berhari-hari akibat ransomware. Setahun kemudian, Pusat Data Informasi Sementara pemerintah kembali diserang. Dampaknya lebih luas: checkpoint imigrasi berhenti, aplikasi persuratan macet, beasiswa tak bisa diakses, hingga katalog nasional ikut lumpuh.

Ruang siber Indonesia terlihat sangat rentan. Namun Indonesia tidak sendiri juga, negara lain juga terlihat menghadapi yang sama. Kita lihat sekarang negara dengan tata kelola digital maju pun tidak kebal. Singapura pernah mengalaminya: serangan berskala negara yang menembus pertahanan digitalnya. Pesannya jelas—begitu aktor negara terlibat, serangan siber tak lagi sekadar isu keamanan. Itu sudah agresi, sudah pertahanan.

RUU KKS dan Risiko Asimetris

Di tengah situasi ini, pemerintah menyiapkan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS). Regulasi ini diharapkan menjadi payung hukum nasional. Namun, istilah “pertahanan” absen dari judul. Padahal, dalam konsep Ketahanan Nasional, yaitu Asta Gatra yang dirancang oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), kita lihat  keamanan dan pertahanan adalah dua pilar yang tidak dipisahkan dalam membentuk ketahanan nasional.

“Menghilangkan dimensi pertahanan akan melemahkan posisi Indonesia. Judul undang-undang bukan hanya formalitas, tetapi juga sinyal politik. Jika pertahanan tidak dicantumkan, koordinasi antar lembaga berisiko timpang.

Menjaga Peran Sipil–Militer

Pemerintah sudah memberi penegasan. Wakil Kepala BSSN, Rachmad Wibowo, menekankan RUU KKS bukan milik BSSN, melainkan milik bangsa untuk melindungi rakyat. Dari sisi lain, Komdigi melalui Dirjen Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, memastikan regulasi ini tidak akan menjadi alat mata-mata atau sensor digital (Suara.com, 15 Mei 2025).

Penjelasan ini menenangkan, tetapi belum cukup. Tanpa keseimbangan antara keamanan, pertahanan, dan kebebasan sipil, regulasi ini tetap rawan, apalagi kalau ditafsirkan sesuai kepentingan lembaga.

Kerangka hukum sebetulnya sudah ada. UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (2) angka 15 menegaskan tugas OMSP: “membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber.” Artinya, peran TNI terbatas pada cyber defense, domain pertahanan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun