Wacana tentang militer kembali mengisi jabatan sipil kerap memicu kegelisahan. Tak selalu dalam bentuk penolakan terbuka, tapi sering kali berupa diam yang penuh keraguan. Banyak orang enggan ikut bersuara—bukan karena tak peduli, tapi karena takut mengulang sejarah yang menyakitkan. Dominasi ABRI di masa lalu, impunitas, dan bayang-bayang dwifungsi masih tersimpan dalam ingatan kolektif bangsa.
Barak dan Birokrasi: Dimana Batasannya?
Keseimbangan antara barak dan birokrasi adalah jantung dari hubungan sipil-militer yang sehat. Barak mewakili domain pertahanan negara, di mana profesionalisme militer dipertahankan dalam ranah keamanan dan pertahanan. Sebaliknya, birokrasi menjadi arena pengelolaan tata kelola pemerintahan yang tunduk pada prinsip supremasi sipil.Namun, apakah trauma itu harus selamanya menjadi tembok yang membungkam diskusi? Apakah membicarakan peran militer dalam tatanan sipil hari ini otomatis berarti meromantisasi masa lalu? Di sinilah tantangan kita: membedakan antara ketakutan yang lahir dari sejarah dan keberanian untuk membangun masa depan yang lebih tertata dan demokratis.
Membangun Masa Depan yang Demokratis
Militer dan birokrasi memiliki peran masing-masing yang saling melengkapi, namun keduanya harus dipisahkan dengan jelas agar demokrasi tetap terjaga. Barak adalah benteng pertahanan negara, sedangkan birokrasi adalah mesin penggerak tata kelola pemerintahan.
Dalam membangun masa depan yang lebih tertata dan demokratis, tantangan kita bukan sekadar menolak atau menerima keterlibatan militer di ranah sipil, tetapi menyusun kerangka yang memastikan supremasi sipil tetap menjadi pilar utama. Kita tidak ingin mengulang masa lalu, tetapi juga tidak boleh membiarkan ketakutan membatasi kemungkinan untuk membangun tata kelola yang lebih baik.
Antara barak dan birokrasi, ada batas yang harus dijaga. Di sana pula, masa depan demokrasi kita dipertaruhkan.
Saatnya Bertindak: Menata Sinergi, Menjaga Demokrasi
Kini, saatnya bagi kita semua—warga negara, akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat sipil—untuk mengawal proses ini dengan kritis dan konstruktif. Kita perlu:
- Mendesak Regulasi yang Tegas – Menuntut mekanisme seleksi, pengawasan, dan evaluasi yang transparan bagi prajurit aktif yang masuk ke ranah sipil.
- Mengawasi Implementasi Kebijakan – Memastikan bahwa keterlibatan militer dalam birokrasi sipil benar-benar didasarkan pada kebutuhan strategis, bukan kompromi politik.
- Membangun Kesadaran Publik – Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga batas antara peran militer dan sipil, demi melindungi nilai-nilai demokrasi.
Mari kita bergandengan tangan untuk memastikan bahwa sinergi antara barak dan birokrasi terjaga dalam koridor supremasi sipil. Demokrasi yang kuat tidak lahir dari kecurigaan, melainkan dari partisipasi aktif, pengawasan kritis, dan keberanian untuk memperjuangkan nilai-nilai luhur bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI