Interaksi rutin dengan rekan-rekan yang juga korup serta budaya organisasi yang kondusif dan toleran terhadap kecurangan cenderung membuat perilaku koruptif ini seolah menjadi kebiasaan yang lumrah dilakukan demi keuntungan pribadi maupun golongan.
Korupsi di Indonesia memang sudah sistemik dan meluas hingga ke akar rumput. Berdasarkan survei yang dilakukan Indonesia Corruption Watch, praktik korupsi terjadi di hampir semua lembaga negara, serta di tingkat pemerintahan pusat hingga desa.
Nilai kerugian negara akibat korupsi juga sangat fantastis, mencapai Rp1.000-3.000 triliun per tahunnya menurut beberapa sumber. Jumlah yang sangat besar ini tentu berdampak buruk, mulai dari menghambat pembangunan, menurunkan kualitas hidup rakyat, hingga memperlebar kesenjangan sosial.
Oleh sebab itu, upaya pemberantasan korupsi harus terus digiatkan di Indonesia. Perlu adanya political will yang kuat dari pemerintah beserta jajarannya untuk memberantas korupsi secara masif dan konsisten, tanpa pandang bulu.
Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan pun wajib terus dilakukan untuk menghilangkan celah-celah yang rawan praktik korupsi. Sementara dari sisi hukum, penegakan hukum dan pemberian sanksi yang tegas dan maksimal kepada para koruptor juga penting, agar memberikan efek jera.
Di samping itu, edukasi dan kampanye antikorupsi sejak dini kepada generasi muda juga krusial. Ini dilakukan agar budaya intoleransi dan stigma negatif terhadap praktik korupsi bisa terinternalisasi secara masif di tengah masyarakat. Dengan demikian, tekad kolektif untuk memberantas korupsi akan semakin kuat.
Kesimpulannya, fenomena korupsi yang sudah sistemik dan masif di Indonesia ini harus segera ditangani dan diberantas. Pendekatan pencegahan dengan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik, penegakan hukum yang tegas, serta edukasi antikorupsi sejak dini penting untuk terus digalakkan demi meminimalisir tingkat korupsi di Indonesia.
Konsep Teori Konsep Asosiasi Diferensial
Edwin Sutherland dalam teori asosiasi diferensialnya menjelaskan bahwa perilaku kriminal bukan bawaan sejak lahir, melainkan hasil dari proses pembelajaran dan asosiasi interaksi sosial dengan kelompok-kelompok tertentu di lingkungan individu. Pola interaksi sosial yang cenderung berbeda antara individu-individu yang melakukan kriminalitas dan individu yang patuh pada hukum inilah yang disebut asosiasi diferensial.
Melalui asosiasi diferensial dengan kelompok tertentu yang sering melakukan tindakan melanggar hukum, maka seseorang bisa belajar cara, teknik, serta dalih pembenaran yang merasionalkan tindakan kriminal tersebut. Intinya perilaku kriminal dipelajari melalui proses asosiasi dan interaksi intensif dengan kelompok kriminal.
Teori Asosiasi Diferensial dan Korupsi di Indonesia