Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Pemelajar

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Watohari Sebelum Pagi

13 Juni 2025   03:38 Diperbarui: 13 Juni 2025   03:38 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang paling jauh dari manusia adalah dirinya sendiri yang belum selesai dipahami? Selamat berpetualangan di level selanjutnya dan selamat merayakan berbagai masalah yang harus terselesaikan. Setiap masalah adalah syair yang menanti pena keberanian untuk menuliskan jawabannya; setiap rintangan adalah nada dalam simfoni kehidupan yang mengundang untuk dirayakan.

Rumah adalah tempat dimana kamu pulang dan merasa nyaman, dimanapun itu. Jika kamu tidak merasa nyaman, berarti itu bukan tempatmu.

Watohari sebelum pagi, ketika malam masih memeluk bumi dengan lembut, rindu ditanak dalam perapian hati, menguap bersama doa-doa yang setia menampung resah. Gundah yang bertumpuk bagai awan kelabu perlahan tersapu oleh bisik angin, sementara bintang-bintang di langit menjadi saksi, menabur cahaya pada jiwa-jiwa yang merindu, seolah malam sendiri merajut kasih untuk menenangkan hati yang gelisah.

Dari tanah leluhur yang kokoh, lagu-lagu melankolis mengalir seperti sungai yang tak pernah kering, menjahit haru menjadi permadani kenangan yang utuh. Di bawah tabir malam yang penuh rahasia, cinta kita bertahta, diikat oleh kekuatan leluhur yang selalu tabah, mengajarkan hati untuk tetap bernyanyi meski dalam sunyi, dan menari dalam pelukan bulan hingga fajar tiba dengan janji baru.

Di ujung malam yang kelam, ketika langkah ragu mencari tujuan, tiada tempat yang memanggil selain pulang, ke pelukan jiwa yang merangkum rumah sejati dalam diri kita sendiri. Di bawah tabir bintang yang diam-diam mengintai, rindu menjelma menjadi puisi, meratap hal-hal yang telah pergi, tak bisa diulang, namun abadi dalam degup hati, bagai bulan yang setia menyapa meski waktu terus berlalu.

Paji Hajju

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun