Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Pemelajar

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dari Covid-19 hingga Kanjuruhan dan Keracunan MBG: Apakah Rakyat Hanya Menjadi Angka dalam Statistik?

7 Mei 2025   12:38 Diperbarui: 7 Mei 2025   16:07 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memantau Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMP Negeri 5 Kupang (dok pribadi)

Dalam laporan tersebut, CISDI juga menyoroti masalah gizi, di mana banyak menu MBG yang mengandung produk tinggi gula, garam, dan lemak. Temuan ini menimbulkan pertanyaan tentang kualitas nutrisi yang diberikan kepada siswa, yang seharusnya menjadi prioritas utama program ini.

Transparansi dan akuntabilitas program MBG menjadi sorotan penting oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). LSM antikorupsi ini melaporkan kesulitan dalam mengakses informasi terkait pelaksanaan program di berbagai sekolah. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan dalam komunikasi dan pelaporan, yang seharusnya dapat diakses oleh publik.

Eva Nurcahyani dari ICW menyatakan bahwa sulitnya mendapatkan data konkret tentang pelaksanaan MBG membuat pihaknya meragukan efektivitas program ini. Pertanyaan pun muncul mengenai kriteria pemilihan sekolah sebagai penerima manfaat program, yang hingga kini belum terjawab dengan jelas.

Distribusi makanan MBG juga menjadi masalah. Beberapa kasus pengiriman terlambat membuat siswa harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan makanan. Ini berdampak pada waktu belajar dan kegiatan sekolah lainnya, yang dikeluhkan oleh banyak wali murid.

Di samping itu, keterlibatan militer dalam pelaksanaan MBG memunculkan kekhawatiran tentang pengaruh psikologis terhadap siswa. Meskipun tidak ada intimidasi yang dilaporkan, keberadaan militer di lingkungan sekolah dapat menciptakan suasana yang tidak nyaman bagi anak-anak.

Minimnya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran MBG menjadi perhatian serius. Program ini menelan biaya besar, dan tanpa adanya pengawasan yang memadai, ada risiko pemborosan dan potensi korupsi yang mengancam keberhasilan program.

Dengan anggaran sebesar Rp71 triliun pada 2025 dan target 82,9 juta penerima manfaat, penting untuk memastikan bahwa setiap rupiah digunakan dengan efisien dan transparan. Ketidakjelasan dalam mekanisme kontrol dapat menimbulkan kekhawatiran akan penyalahgunaan dana publik.

Pertanyaan yang muncul adalah apakah para pemangku kepentingan benar-benar memahami kebutuhan rakyat atau hanya melihat mereka sebagai angka statistik? Dalam konteks ini, penting untuk mendengarkan suara masyarakat dan memastikan bahwa program-program yang diterapkan benar-benar bermanfaat bagi semua pihak.

Paji Hajju 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun