Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Sebuah Kepulangan

3 Juni 2019   12:43 Diperbarui: 4 Juni 2019   20:41 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu serius, kan?"

"Iya."

Yusuf sengaja menghindari percakapan yang panjang dengan ibunya. Dia masih takut tidak bisa menahan emosinya. Ia pikir mungkin akan lebih baik bila ia luapkan segala emosinya sewaktu lebaran. Di hari yang fitri dan penuh pengampunan. Ya, itu terdengar lebih layak baginya ketimbang hanya berbicara melalui saluran telepon.

"Sudah dulu ya, Bu. Yusuf masih ada kerjaan biar nanti bisa tenang sewaktu Yusuf tinggal pulang."

"Iya, Nak. Kamu jaga kesehatan ya."

"Iya, Bu."

Tut..... tut ....... tut .....  Panggilan kembali diakhiri, namun kali ini dengan perasaan Yusuf yang sedikit lebih baik. Itu pilihan terbaik, pikirnya.

***
Seminggu sebelum lebaran, Yusuf telah menyiapkan semuanya untuk melakukan perjalanan mudik. Dia sudah menyewa sebuah mobil, menyiapkan sekoper penuh pakaian, dan berencana untuk membeli cukup  oleh-oleh dari kota yang akan dia bawa ke tanah kelahirannya. Dia juga akan membelikan mukena untuk ibunya.

Yusuf tidak memberi kabar kapan ia akan pulang. Dia ingin memberi kejutan, bahwa dia bisa pulang lebih awal dari kemungkinan yang diperkirakan ibunya.

Ia akan melakukan perjalanan yang sangat jauh dan mungkin akan memakan waktu beberapa hari. Dia pun berpikir untuk beristirahat di beberapa masjid selagi dalam perjalanan. Yusuf berangkat di hari kelima sebelum lebaran. Berdasarkan kalkulasi asal-asalan yang ia lakukan, ia akan sampai dalam waktu dua hari.

Nahasnya, belum ia mencapai separuh jalan, Yusuf mengalami kecelakaan. Di sebuah persimpangan, sebuah truk pengangkut minyak dengan sopir yang mengantuk menghantam mobilnya dengan kencang.  Ia tidak mengingat apa-apa sesudahnya. Hanya rasa sakit, kilas balik masa kecilnya, pendar-pendar cahaya yang bergerak seperti kunang-kunang dan jeritan suara orang-orang. Sebelum semuanya menjadi gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun