"Kamu serius, kan?"
"Iya."
Yusuf sengaja menghindari percakapan yang panjang dengan ibunya. Dia masih takut tidak bisa menahan emosinya. Ia pikir mungkin akan lebih baik bila ia luapkan segala emosinya sewaktu lebaran. Di hari yang fitri dan penuh pengampunan. Ya, itu terdengar lebih layak baginya ketimbang hanya berbicara melalui saluran telepon.
"Sudah dulu ya, Bu. Yusuf masih ada kerjaan biar nanti bisa tenang sewaktu Yusuf tinggal pulang."
"Iya, Nak. Kamu jaga kesehatan ya."
"Iya, Bu."
Tut..... tut ....... tut ..... Â Panggilan kembali diakhiri, namun kali ini dengan perasaan Yusuf yang sedikit lebih baik. Itu pilihan terbaik, pikirnya.
***
Seminggu sebelum lebaran, Yusuf telah menyiapkan semuanya untuk melakukan perjalanan mudik. Dia sudah menyewa sebuah mobil, menyiapkan sekoper penuh pakaian, dan berencana untuk membeli cukup  oleh-oleh dari kota yang akan dia bawa ke tanah kelahirannya. Dia juga akan membelikan mukena untuk ibunya.
Yusuf tidak memberi kabar kapan ia akan pulang. Dia ingin memberi kejutan, bahwa dia bisa pulang lebih awal dari kemungkinan yang diperkirakan ibunya.
Ia akan melakukan perjalanan yang sangat jauh dan mungkin akan memakan waktu beberapa hari. Dia pun berpikir untuk beristirahat di beberapa masjid selagi dalam perjalanan. Yusuf berangkat di hari kelima sebelum lebaran. Berdasarkan kalkulasi asal-asalan yang ia lakukan, ia akan sampai dalam waktu dua hari.
Nahasnya, belum ia mencapai separuh jalan, Yusuf mengalami kecelakaan. Di sebuah persimpangan, sebuah truk pengangkut minyak dengan sopir yang mengantuk menghantam mobilnya dengan kencang. Â Ia tidak mengingat apa-apa sesudahnya. Hanya rasa sakit, kilas balik masa kecilnya, pendar-pendar cahaya yang bergerak seperti kunang-kunang dan jeritan suara orang-orang. Sebelum semuanya menjadi gelap.