Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Love

Padamu Jua Amir Hamzah: Bukan Puisi Sufi, Tapi Puisi Cinta

30 Juli 2025   14:16 Diperbarui: 30 Juli 2025   14:32 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua buku tentang sastrawan Amir Hamzah (sumber: dokpri)

Ini ditegaskan dengan larik 'kandil gemerlap' di bait kedua di mana cahaya sering sekali diidentikkan dengan Kebenaran Hakiki atau pancaran Ruh Tuhan. Penguatan diberikan lagi oleh larik 'Di mana engkau/Rupa tiada' di bait ketiga yang memberikan impresi Amir Hamzah dalam kegelisahan jiwanya merindukan melihat rupa Tuhan secara langsung untuk pulang kepada-Nya.

Puisi cinta

Sekilas tafsir sufistik di atas berterima dan valid. Namun, jika kita melihat perjalanan cinta dan pergulatan batin seorang Amir Hamzah, kita juga patut menduga Padamu Jua sebenarnya adalah puisi kasih tak sampai dari Amir kepada pujaan hatinya, Ilik Sundari.

Pasalnya, perjalanan cinta Amir Hamzah memang cukup getir. Saat menuntut ilmu di AMS Solo jurusan Sastra Timur, Amir bertemu seorang dara manis bernama Ilik Sundari. Dalam biografi Amir Hamzah Pangeran dari Sebrang (Gaya Favorit Press, 2011) karya N.H. Dini, terdapat banyak foto Amir Hamzah berdampingan bersama Ilik Sundari, mengesankan hubungan yang lebih dari sekadar teman.

Hanya sayangnya, hubungan ini ditentang oleh ayah Ilik yang merasa status bangsawan Amir membuat derajat keduanya tidak seimbang. Palu godam bagi hubungan keduanya akhirnya datang berupa telegram dari Langkat yang meminta Amir Hamzah pulang kampung. Di sana, paman Amir yang sudah membiayai sekolah Amir, yaitu Sultan Mahmud, meminta Amir menikah dengan putrinya alias sepupu Amir sendiri, yaitu Tengku Kamaliah. Amir pun menyetujui perjodohan itu, menikahi Tengku Kamaliah, dan tentunya memutuskan asmaranya dengan Ilik Sundari.

Putus cinta dengan kekasih sejati dan menikah dengan orang lain tentu pukulan berat bagi siapa pun, tak terkecuali Amir yang berperasaan halus dan romantis. Kata 'habis kikis/segala cintaku hilang terbang' adalah seruan pilu Amir bahwa cintanya di dunia telah habis, berhenti pulang di Ilik Sundari.

Amir juga mungkin membayangkan perasaan Ilik yang pasti risau dan terbakar cemburu melihat Amir harus menikah dengan orang lain. Muncullah larik 'Engkau ganas/Engkau cemburu'. Sebab, Tuhan dalam tradisi Islam tidak pernah diasosiasikan dengan kata 'ganas' mengingat Tuhan adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Amir juga mungkin membayangkan Ilik tetap sendiri bersedih hati dalam kondisi mencinta dalam diam atau sunyi seperti tertuang dalam larik di bait terakhir 'Kasihmu sunyi/Menunggu seorang diri.' Amir lantas menutup rintihan jiwanya yang mendamba asmara sempurna dengan kesadaran getir bahwa memang bukan waktunya untuk bersuka cita di masa hidupnya, 'Lalu waktu - bukan giliranku/Mati hari - bukan kawanku.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun