"Inggih pak," jawab Joko
"Ingatlah pepatah Jawa ini: bisane amarga kulina, pintere amarga sinau... Â Prinsip praktek dan menabuh setiap ada kesempatan dan dilakukan secara rutin, sangat menentukan penguasaan gendhing-gendhing. Â O ya, mari silakan minum sambil istirahat, nanti kita lanjutkan tabuhannya," Ki Sutejo memberi nasihat.
Fitri mengintip Bagas dan teman-temannya yang sedang istirahat dan mengobrol ringan. Â Fitri dikagetkan dengan kedatangan adiknya.
"Hayo, mbak Fitri lagi ngapain?" Danang berkata sambil menyentuh pundak mbakyunya
Fitri kaget,"Ngopo to ya, ngaget-ngageti uwong wae. Â Bikin aku terkejut saja. Â Itu lho, lagi ngitung berapa orang sih yang lagi nabuh gamelan. Â Jangan-jangan air tehnya kurang."
Danang meledek,"Ya ngitungnya tadi, bukan sekarang.  Eh, siswa Bapak yang namanya Bagas itu ganteng lho mbak."
Fitri menghalau,"Hush, sana-sana."
Fitri melambaikan tangan isyarat menyuruh adik kandungnya menjauhinya. Â Sementara adiknya meledeknya. Â Nyi Sutejo datang. Â Melerai pertengkaran mereka.
Nyi Sutejo menghardik,"Apa-apaan ini, kok rasanya tidak ada hari tanpa pertengkaran."
Fitri mengadu,"Ini lho bu, adik nggoda aku terus."
Danang membela diri,"Mboten dhing bu, mbak Fitri yang terlalu ge-er gegedhen rumangsa"