Abdul Rahman terlihat kembali tenang. Emosinya yang tiba-tiba meletup perlahan mereda. Air mineral yang tersaji di atas meja diambilnya dengan kasar. Gadis itu sedikit kaget melihat gerakan adikku yang kurang sopan.
Pembicaraan pun dilanjutkan dengan membahas program yang akan dijalankan adikku. Sebagai pemandu bakat, adikku terlihat cepat berubah pikiran. Kurang fokus. Sebagai kakaknya, aku berusaha memberikan masukan agar menjadi pertimbangan.
"Abang jangan ikut campur, dong. Biarlah saya putuskan sendiri apa yang harus saya lakukan," ucap adikku ketika aku memberi saran.
"Bukan maksudku untuk ikut campur. Kebetulan aku berada di sini. Aku hanya memberikan pandangan bukan pemaksaan," ucapku sedikit meninggi nadanya.
"Ya. Boleh kalau cuma masukan tapi jangan mendekte, ya!"
Agar suasana tidak semakin panas, aku minta izin dengan alasan akan ke kampus. Gadis 'Kuncup Luka' juga minta izin untuk pulang karena perjalanan ke Kutai Kartanegara cukup jauh. Ia mengucapkan terima kasih karena terpilih sebagai salah satu peserta yang akan dibimbing oleh adikku.
Abdul Rahman telihat kecewa. Namun, tidak dapat menahan tamu yang akan menjadi peserta didiknya dalam olah bakat. Dalam hati aku bersyukur karena tidak membiarkan seorang gadis hanya berdua-duaan dengan seorang perjaka.
===
Kota Raja akan kusinggahiÂ
Walau kendala sudah menanti                               Â
Tak ingin aku menelan sepi
Dalam gundah tiada bertepi
Â
Kumbang Jantan, 15-03-2018
Begitu pesan WA yang kukirimkan kepada 'Kuncup Luka'. Aku yakin gadis itu akan paham tentang apa yang aku tulis. Berbalas puisi memang ada seninya. Kata-kata yang tepat harus dipilih agar tidak menimbulkan multitafsir.
Kuncup bunga akan sembunyi
Di balik Pohon tinggi
Khawatir Kumbang Jantan
Akan menjelma menjadi Arya DwipanggaÂ
Â
Kuncup Luka, 15-03-2018