"Perlakuan kakek dan nenekmu terhadap Abdul Rahman sangat istimewa. Setiap keinginannya selalu dituruti. Jarang ada permintaan anak itu yang ditolak. Pergaulannya juga lebih luas. Dia tidak pilih-pilih dalam berteman," tutur ayah dengan semangat.
"Lalu, apa yang harus aku lakukan, Ayah?" tanyaku sedikit tersinggung.
Aku juga mempunyai sifat seperti itu. Aku bergaul tidak pilih-pilih orang. Semua kalangan juga aku jadikan teman. Ada tukang sayur, ada tukang sampah, ada tukang ojek, ada pegawai pos, ada staf karyawan kelurahan, ada guru, ada pengusaha, dan tentunya teman-teman mahasiswa dari berbagai jurusan.
"Kita akan mempunyai teman diskusi yang lebih antusias. Untuk itu, kita harus banyak membaca surat kabar, menonton acara-acara dialog bermutu di televisi, dan banyak baca berita daring dari internet," ucap ayah selanjutnya.
"Satu hal lagi, Abdul Rahman suka berlama-lama di ruang baca. Untuk itu, tolong, Mukidi, buku-buku di ruang baca kamu rapikan dan debu-debu dibersihkan, ya!" tutur ayah sambil telunjuknya diarahkan kepada asisten rumah tangga kami.
"Boleh tanya, Pak?" Mukidi melontarkan kalimatnya.
"Silakan!" sahut ayah spontan.
"Adiknya mas Abdul Rahim itu suka minuman apa,ya? Ini penting agar nanti kalau dia sudah datang, saya bisa menyiapkan minuman kesukaannya. Ya, seperti di hotel-hotel berbintang itu. Kalau ada tamu hotel mau cek in, ada minuman selamat datang," tutur Mukidi dengan wajah lucu.
Kami tertawa dibuatnya. Mukidi memang selalu membuat keluarga kami merasa senang dan terhibur oleh celotehan yang terkadang konyol dan terkadang cukup ilmiah. Pendidikannya yang pernah tamat SMA membuat pengetahuannya cukup untuk teman diskusi di keluarga kami.
"Assalamualaikum!"
Kami dikejutkan oleh kedatangan adik kembarku. Rencananya baru besok ia datang. Tiba-tiba hari ini sudah muncul. Ibu tampak sangat gembira. Demikian pula ayah terlihat berbinar-binar wajahnya.