Mohon tunggu...
Sukron Mazid
Sukron Mazid Mohon Tunggu... Penulis - (Moy) Mutiara Kyai Mojo

Berkelana sebagai sufistik kajian peradaban.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pilu dalam Kesendirian

3 Juni 2020   15:25 Diperbarui: 3 Juni 2020   17:55 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Bunyi Ayam berkokok sebagai alarm penanda "urip" telah dibunyikan dengan keras terbersit pesan untuk bangun dari mimpi indahnya. Sahut-sahutan kokokan Ayam sebagai kode sang surya mulai menampakkan sinarannya. Sesekali raga ini begitu sangat manja untuk berdiri, kedipan mata berat, sendi-sendi diam ditambah hawa dingin membuat selimut tidak mau lepas dari tubuhnya. Inilah retorika para pekerja berat seperti petani sebagai drama pagi hari.

Bukti kesiapan agar raga ini tetap melangkah dalam senandung dengan sawahnya efek beban tanggung jawab sebagai laku hidup demi ketahanan pangan keluarga. Diawali dengan beribadah/sembahyang kepada Tuhan, dilanjutkan duduk manis di teras sambil dengarkan suara nan merdu Radio dengan lagu-lagu langgam Jawa sambil menikmati kopi dan singkong goreng. Tak lupa pula tangan kanan genggam erat rokok "nglinting" sambil berkali-kali mengisap sambil meresapi, inilah surga dunia sesungguhnya. Duduk manis sesekali gerakkan tangan dan kaki serta terkadang geleng-geleng kepala tatkala mendengarkan nyanyian langgam Jawa. 

Wow....tak terasa....

Matahari mulai malu-malu menampakkan sinarann,ya, pertanda "mangkat nyambut gawe" bersiap-siaplah dengan ganti baju kebesaran, membawa bekal serta peralatan perang. Tancap kayuh sepeda ontel dengan semangat empat lima has pakai caping menyusuri jalan tanah menuju persawahan, lanjut siap-siap konser di sawah ibarat rocker axel rose di panggung totalitas demi bentuk penghormatan dan kepuasan para penggemar. Terus konser sampai berjam-jam, cangkul sebagai mikrophone keabadian terus di pegang dan terus "macul".

Dzuhur telah tiba dengan suara adzan di Musola/Surau sayup-sayup terdengar di areal persawahan. Tertanda bahwa istirahat, sembahyang dan makan, berjalan ke arah gubug serta melaksanakan ritual Isoma. Nah, menu makan terasa istimewa nasi jagung, ikan asin, tempe, sambal serta sayur terasa nikmat, lezat dan cetar membahana. Makanan Arab bagaikan nasi kebuli, makanan India bagaikan nasi biryani. Terus bergoyang lidahnya sesekali "megap-megap" tragedi nelan sambal pakai cabe setan dan gerusan kurang lembut.

Lanjut...ayo....

Terik panas matahari semakin menjadi-jadi, kucuran keringat begitu deras membasahi sekujur raga, bahkan sampai pakaian kebesaran basah kuyup. Perut kenyang, mulai loyo, badan terasa berat, mata mulai lelah dan memerah, sambil sesekali meneguk air putih dan isap rokok seraya mulai tak berdaya. Tertidurlah dengan lelap tanpa sadar membawa ke alam surgawi, di dalam mimpi duhai senangnya ternyata mimpi menikah dengan putri yang cantik jelita, memesona, anak orang kaya, serta shalihah pula. Bergeloralah hati dan jiwa dengan suka cita, didandani bak Raja dan Ratu Kerajaan Astinapura, acara megah dan meriah serta mewah ala british.

Ribuan undangan dan tamu-tamu kehormatan memberikan ucapan selamat kepeda mempelai pria dan wanita. Iringan musik gambus dan organ Melayu membuat suasana pernikahan jadi syahdu serta menggebu. Puncak acara pesta selesai, tibalah yang ditunggu-tunggu yaitu menuju malam pertama. Apesnya saat menuju malam indahnya, terbangun dari tidurnya digubug istana sawahnya. Bergumam lirih sambil berkata "Asyemmmm mung ngimpi", inilah bentuk keapesan dan nelangsanya hidup. Kemudian bangun berdiri menuju sawah dengan gelisah sambil mengingat-ingat mimpinya. Kembali menyelesaikan konser sesi duanya, sebagai kewajiban kontrak kerja konser sebagai musisi dunia.

Saatnya...pulang....

Sore sudah, matahari mulai tak tampak dari birunya langit kini berubah menjadi mega mendung saatnya "wayahe". Sang manusia menyatu dengan alam ini menandakan "katresnan" menjadi satu kesatuan. Mulailah bergegas untuk berkemas basuh cangkul, menata alat perang untuk dibawa pulang sekaligus meninggalkan arena gegap gempita panggung konser. Berpacu dengan si Harley Davidson dengan kayuhan dahsyat menyusuri jalan tak beraspal dengan membawa laporan pertanggung jawaban bahwa tugas negara telah selesai. Sampai rumah Joglo si Onthel masuk garasi, langsung menuju sumur tua dengan menimba beberapa kali cukuplah untuk mandi iringi suara "byur-byur".

Setelah Isoma dilanjutkan ke Surau/Tajug/Musola sambil mendengarkan puji-pujian menunggu waktu berjamaah. Malam semakin gelap suara jangkrik semakin merdu tertanda hidup dalam kedamaian suasana Desa nan asyik. Suasana semakin syahdu, terus termenung melamun sambil berpikir kapan ya anune? duduk dalam sendirian sambil sruput kopi dan isap rokok disambi dengerin Radio dengarkan lagu sang maestro campursari Didi Kempot judul "Cidro dan Suket Teki", sesekali tetesan air mata basahi pipi akibat syair sedihnya. 

Gelap gulita hanya sedikit sinaran dari lampu dian/semprong "ketap-ketip" menandakan gelisah serta galau akibat dengen tanpa ada pasangannya. Selain Jangkrik suara kodok juga seolah-olah mengejek dalam kesendiriannya, apalagi kelelawar terus tertawa. Sedih hati ini, ayo maju, jomblopun kalau ditekuni hasile lumayan sedih maksudnya. Memang dulu perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan tidak mudah. Karena merdeka itu bersatu bukan berdua, tetapi dengan sendiriannya malah susah move on untuk merdeka..

Jomblo memang memesona walaupun terkadang hati ini merana, semangat dalam kesendirian menuju ketidaksendirian dengan aktifitas nyata...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun