Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bayang-bayang Api di Atas Singgasana Majapahit

18 Oktober 2025   09:39 Diperbarui: 20 Oktober 2025   07:26 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Jayanegara menatapnya.

“Kau benar, Mada. Tapi apa kau yakin kita mampu merebut kembali istana dari tangan Ra Kuti?”
“Bukan kita yang akan merebut, Paduka. Majapahit sendirilah yang akan menarik kembali anaknya. Kita hanya alatnya.”

Gayatri Rajapatni yang duduk di dekat perapian menatap Gajah Mada lama.

“Aku melihat nyala di matamu, Mada. Nyala itu bukan api dendam. Tapi api yang membawa kelahiran baru. Pergilah. Bila perlu, bakarlah malam demi fajar Majapahit.”

Jalan Kembali ke Kutaraja

Perjalanan menuju tanah Tarik adalah ujian panjang. Ribuan bahaya mengintai.

Pasukan Ra Kuti berjaga di tiap gerbang, para telik sandi menyebar di desa-desa.
Namun Mada memilih jalan hening, jalan yang tak dilewati manusia.
Ia menuntun pasukannya melewati rawa, lembah, dan sawah sunyi di bawah kabut.
Suara kodok dan desir angin menjadi lagu perang mereka.

Suatu malam di tengah perjalanan, Gajah Mada berdiri di tepi sungai Brantas.
Ia menatap air yang mengalir deras dan berdoa dalam hati.

“Wahai bumi, bila aku gugur malam ini, jadikan darahku bagian dari tanahmu.
Bila aku hidup, jadikan nafasku bagian dari anginmu. Dan jadikan tekadku bara yang menjaga negeri ini sampai akhir zaman.”

Angin bertiup kencang seolah semesta menjawab sumpahnya.

Bayang di Gerbang Timur

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun