Sekitar pukul 02.15 WITA puncak Talung kami injak dengan perasaan bangga, senang, bercampur dingin. Kesibukan mulai berganti, dari mendaki hingga sampai puncak diganti dengan kesibukan memasang tenda untuk mencari tempat berteduh.
Dingin, dingin, dingin, dan dingin plus menggigil menjadi satu dalam diri. Penderitaan disembunyikan dengan senyuman bercampur rasa terharu.
Sebenarnya waktu tidur telah tiba dengan ditandainya tenda perempuan dan tenda laki-laki berdiri. Agak susah sih menjelaskannya. Banyak hal yang terjadi diantara kesenjangan waktu ini. Mulai teman yang tidak bisa tidur akibat kedinginan, memaksa diri untuk memejamkan mata adalah tujuan kita bersama saat itu. Sakit kepada menjadi teman setia, dan menjadi penghibur tersendiri bagi teman-teman yang sering dijangkiti penyakit ini. Terutama saya yang sering terkena penyakit semacam ini. Rasa sakit yang tidak bisa sebenarnya dijelaskan dengan kata-kata. Namun bisa dijelaskan rasa mengeluh yang sebenarnya bukan punyanya anak teknik. (ahhahah…anak teknik kok mengeluh).
Saat-saat yang paling dinantikan adalah waktu subuh tiba dengan harapan matahari akan muncul dengan membawa sinar kehangatannya bagi semua manusia-manusia-manusia yang merindukannya. Kesibukan tersendiri mulai dilakukan oleh orang-orangnya.
Hal yang terlucu dan menjadi kenangan yang menyiksa seseorang, tepat ceritanya dengan apa yang dialami diriku. Aku tertidur dengan keadaan berbeda dari teman. Bullung, dekatku tega sekali memakai selimut sendiri, padahal diriku kodong sangat dingin sekali. Beberapa kali kutarik selimutnya namun tak ada hasil yang dibuai. Sabarkai Hasjum. Dan yang paling menyiksa diriku saat itu ialah semua anggota badanku jadi bantal bagi teman-teman. Dechh…mati mamako Hasjum. Cuma satu doaku saat itu, dalam hatiku terdalam ”Ya.. Allah, Kapanpi’ Subuh kodong?”. Rintihan yang taktersampaikan. Hingga satu kesempatan, Rasni kumarah-marahi. “janganko tidur di lututku!” kataku agak suara tinggi.
Penderitaan akhirnya terselesaikan dengan sendirinya. Waktu yang dinantikan telah menginjak kegembiraan. Alhamdulillah.
Suasana dingin semakin menusuk tulang rusuk. Rasa yang lain daripada yang lain terus berbaur. Lapar + dingin + menggigil jadi saksinya.
Rijal mengakhiri semuanya dengan mengambil kamera. Suasan berubah total. Ayu adalah salah satu model utama pagi itu. Dengan fotonya pertama yang mengudara dimemori Ramma disusul dengan foto-foto lainnya.
Setelah itu banyak foto yang berserakan dimana-mana. (ahahah kayak sampah aja). Ternyata yang punya kamera belum bangun, Irfan namanya. (kayaknya …lagi mimpi bertemu dengan istri-istrinya..hahahah, hati-hatiki’ Bos).
Walaupun muka masih muram, dia tetap semangat menatap masa depannya yang sangat menjajikan. Kayaknya dia semakin membusuk di Ramma’. Hati-hatiki’.