Berdasarkan pasal 9 ayat (2) UU No. 3 Tahun 2002 bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai Tentara Nasional Indonesia secara suka rela atau wajib dan pengabdian sesuai profesi.
Bela negara dalam kehidupan sehari-hari
Mengabdi kepada negara tak selalu diwujudkan dalam arti bergabung dengan lembaga kemiliteran. Tentu tidak semua warga negara perlu menjadi tentara atau polisi. Agar bisa maju dan berkembang, negara kita juga membutuhkan anak-anak bangsa yang bergelut di berbagai bidang.
Setiap warga negara Indonesia haruslah berprestasi sesuai bidang masing-masing. Contoh paling ketara dan baru misalnya, sosok pebulutangkis ganda putri Apriyani Rahayu dan Greysia Polii.
Mereka mengharumkan nama bangsa di kancah internasional melalui perjuangan dan cucuran keringat. Tentu kita melihat mereka setelah berhasil meraih medali emas. Tetapi yang perlu kita ingat bahwa di balik kemenangan tersebut, mereka berdua telah melewati serangkaian latihan yang panjang dan keras.
Mereka menjadi contoh bahwa bela negara bisa dilakukan dengan memberikan yang terbaik sesuai dengan apa yang kita bisa lakukan.Â
Meski demikian, bela negara bukan suatu kata sakral yang selalu berkaitan dengan prestasi luar biasa seperti contoh sebelumnya. Bahkan, hal sesederhana seperti menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan, merupakan aksi bela negara yang nyata.
Ketika kita bergaul dengan rekan kerja, kawan, tetangga, atau orang lain tanpa memandang latar belakang mereka, kita secara langsung sudah melakukan aksi bela negara. Tidak menganggap remeh, mengucilkan, meledek, apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Atau, paling sederhana tapi tak mudah dilakukan adalah dengan menerapkan komunikasi yang baik dalam ber-media sosial. Tampaknya budaya bangsa yang sopan dan ramah perlu menjadi kebiasaan juga di dunia digital.
Berapa banyak unggahan, cuitan, atau komentar yang berujung pada pelaporan ke kepolisian. Perseteruan di media sosial sering kali berujung pada perpecahan, yang kebanyakan berawal dari "omongan yang menyinggung".
Fenomena tersebut perlu menjadi pembelajaran bagi kita semua, bahwa sopan santun dalam berinteraksi di media sosial sangatlah penting. Perpecahan bangsa bisa terjadi di dunia maya, perbedaan sedikit saja bisa memicu perselisihan.